Mukadimah Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أما بعد.
Alhamdulillah, segala puji hanyalah untuk الله رب العالمين, Rabb semesta alam. Dialah yang memiliki nama-nama yang husna dan sifat-sifat yang ‘ula. Dari-Nyalah semata seluruh nikmat dan juga karunia. Dan di antara nikmat besar yang الله سبحانه وتعالى berikan kepada kita adalah nikmat Islam, hidayah kepada agama yang diridhai oleh الله, yang الله سبحانه وتعالى tidak menerima agama apa pun selain agama ini. Alhamdulillah yang telah memilih kita semuanya dan memudahkan kita untuk menjalankan dan melaksanakan syariat yang ada di dalamnya, meyakininya tanpa ada keraguan sedikit pun.
Dan di antara nikmat tersebut adalah dikumpulkannya kita di hari ini dalam rangka menuntut ilmu agama, menjalankan dan melaksanakan sabda Nabi ﷺ, “طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ” (Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim). Dan insya Allah, apa yang akan kita pelajari di hari ini termasuk sesuatu yang wajib, wajib bagi setiap muslim dan juga muslimah untuk mengetahui dan mempelajarinya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa الله سبحانه وتعالى limpahkan kepada nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai akhir zaman.
Sebelumnya, جزاكم الله خيرا (Jazakumullahu khairan) kepada Ustadz Abu Maryam حفظه الله dan juga para asatidzah yang ada di Cilegon yang telah sabar menunggu. جزاكم الله خيرا atas kesabarannya, dan insya Allah buah dari kesabaran adalah kebaikan. Alhamdulillah, semoga الله سبحانه وتعالى memberikan pahala yang besar kepada para pengurus dan panitia yang telah berkorban mengerahkan tenaga dan waktunya untuk bisa mengadakan acara yang insya Allah membawa kebaikan untuk semuanya.
Sebagaimana yang sudah diumumkan oleh panitia, insya Allah daurah kita kali ini akan berlangsung selama beberapa sesi, minimal lima sesi. Biasanya kitab ini dipelajari mungkin di masjid-masjid atau di pondok-pondok selama setahun atau bahkan lebih, karena kajiannya seminggu sekali atau dua minggu sekali, kadang pengajarnya tidak hadir karena sakit atau ada urusan lain sehingga kadang sudah selesai tapi lupa awalnya apa. Sehingga, acara seperti ini, daurah, di mana seorang memang mengkhususkan dirinya datang untuk mempelajari kitab ini dari awal sampai akhir, ini termasuk di antara cara yang sangat bermanfaat untuk memahami sebuah kitab. Oleh karena itu, kita berharap tidak ada yang ghaib dari awal sampai akhir. Usahakan konsentrasi, dan kalau misalnya ada halangan seperti mengantuk, berusaha untuk memerangi rasa ngantuk tersebut, jangan menyerah. Bagaimana cara memeranginya? Mungkin dengan cara pindah tempat, dari yang paling belakang akhirnya maju ke depan, atau dari kanan ke kiri. Atau misalnya kalau sudah terpaksa harus keluar dari majelis, ya berwudu, kalau sudah selesai berwudu segera hadir di majelis kembali supaya tidak ketinggalan sedikit pun dari apa yang disampaikan.
Pengenalan Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah
1. Struktur Kitab
Perlu kita ketahui bahwa apa yang ada di depan kita, yaitu ثلاثة الأصول وأدلتها (Tsalatsatul Ushul wa Adillatuha)—atau ada yang menamai الأصول الثلاثة وأدلتها (Al-Ushuluts Tsalatsah wa Adillatuha), meskipun yang lebih tepat adalah Tsalatsatul Ushul wa Adillatuha (Tiga Pondasi Utama dan Dalil-dalilnya)—sebenarnya ini terdiri dari tiga bagian. Dua bagian yang pertama itu berupa رسالة (risalah), yaitu buku yang singkat, dan bagian yang ketiga itulah kitab Tsalatsatul Ushul.
Jadi, ada tiga bagian: bagian pertama dan kedua ini berupa risalah (tulisan pendek) yang juga ditulis oleh pengarang, الشيخ محمد بن عبد الوهاب (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) رحمه الله, kemudian yang ketiga adalah baru Tsalatsatul Ushul. Mengapa ada dua risalah sebelumnya? Murid-murid Syaikh menambahkan dua risalah ini karena keduanya berkaitan erat dan memiliki kandungan yang hubungannya sangat erat dengan Tsalatsatul Ushul. Akhirnya, mereka pun menambahkan dua risalah ini sebelum kitab aslinya. Demikianlah dari generasi ke generasi sampai sekarang, sebelum mereka mempelajari Tsalatsatul Ushul, mereka mempelajari terlebih dahulu dua risalah ini.
2. Definisi Tiga Pondasi Utama
Tsalatsatul Ushul artinya adalah tiga pondasi. Dan pondasi adalah sesuatu yang paling penting dan paling pokok. Yang dimaksud dengan tiga pondasi dalam kitab ini adalah:
- Mengenal الله (Makrifatullah)
- Mengenal Nabi Muhammad ﷺ (Makrifatun Nabi)
- Mengenal agama الإسلام (Makrifatu Dinil Islam)
3. Kewajiban Mempelajari Tiga Pondasi Ini
Mempelajari tiga perkara ini adalah sesuatu yang wajib. Tidak boleh siapa pun, yang dia adalah makhluk الله سبحانه وتعالى, diciptakan sebagai seorang manusia, kecuali wajib untuk mempelajarinya. Kenapa demikian? Karena الله سبحانه وتعالى yang menciptakan kita di dunia ini, menciptakan kita dengan tujuan agar kita beribadah kepada-Nya. “وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ” (Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku). Dan الله سبحانه وتعالى telah mengutus seorang utusan untuk mengajarkan kepada manusia bagaimana tata cara beribadah kepada الله.
Sehingga, kalau memang demikian kenyataannya, kita harus mengenal tiga perkara ini:
- Kita harus mengenal siapa yang kita sembah, yaitu الله رب العالمين.
- Kita harus mengenal siapa yang diutus.
- Kita harus mengenal apa yang beliau bawa.
Kalau kita mengenal semuanya, maka barulah kita bisa mewujudkan peribadatan kepada الله saja. Tapi kalau kita tidak mengenal salah satu di antaranya, maka tidak mungkin kita bisa mewujudkan peribadatan kepada الله dan tidak mungkin bisa mewujudkan tauhid.
Ini seperti kalau Antum masuk ke sebuah perusahaan yang baru. Di sana ada aturan yang harus ditaati yang keluar dari seorang direktur. Kemudian, aturan-aturan tersebut tidak disampaikan kepada kita sebagai karyawan baru secara langsung, tetapi lewat seorang utusan, katakanlah bagian HRD. Maka, apa yang harus kita lakukan? Kita harus tahu direkturnya yang mana, aturan siapa yang harus saya taati. Karena dia menyampaikan aturan lewat HRD, maka kita harus berusaha bertemu dengan HRD-nya, jangan sampai salah orang. SOP-nya bagaimana? Akadnya bagaimana? Surat perjanjian kerjanya bagaimana? Setelah itu dilalui, barulah dia bisa melaksanakan tugas dengan baik. Ini adalah gambaran, “وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ” (dan bagi Allah permisalan yang lebih tinggi).
4. Kaitan dengan Pertanyaan di Alam Kubur
Nanti ketika seorang manusia meninggalkan dunia ini, maka yang pertama kali akan ditanyakan adalah tentang tiga perkara ini, tidak terkecuali yang mukmin, yang munafik, maupun yang kafir. Mereka semua akan ditanya, “مَنْ رَبُّكَ؟” (Siapa Rabb-mu?), “مَا دِينُكَ؟” (Apa agamamu?), dan “مَنْ نَبِيُّكَ؟” (Siapa Nabimu?). Sebagaimana ini disebutkan dalam hadis البراء بن عازب رضي الله عنه (Al-Bara’ bin ‘Azib) yang diriwayatkan oleh الإمام أحمد (Imam Ahmad) رحمه الله. Disebutkan dalam hadis tersebut akibat orang yang bisa menjawab dan yang tidak bisa menjawab. Orang yang bisa menjawab pertanyaan akan mendapatkan نعيم القبر (nikmat kubur). Adapun orang yang tidak bisa menjawab, dan mereka adalah orang munafik dan juga orang kafir, maka sebaliknya, mereka mendapatkan عذاب القبر (azab kubur). Ini menunjukkan tentang wajibnya mempelajari tiga perkara ini.
Risalah Pertama: Empat Perkara yang Wajib Diketahui
Penulis, الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله, mengatakan:
“اعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ، أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا تَعَلُّمُ أَرْبَعِ مَسَائِلَ”
(Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwasanya wajib bagi kita mempelajari empat perkara).
Kata “اعْلَمْ” (ketahuilah) didatangkan supaya kita memahami bahwa apa yang akan disampaikan setelahnya adalah perkara yang penting. Ucapan “رَحِمَكَ اللهُ” (semoga Allah merahmatimu) menunjukkan bahwa dakwah ini dibangun di atas kasih sayang. Dan ucapan “عَلَيْنَا” (bagi kita) menunjukkan ini adalah kewajiban untuk kita semuanya. Empat perkara itu adalah:
1. الْعِلْمُ (Al-‘Ilmu – Ilmu)
Yaitu معرفة الله، ومعرفة نبيه، ومعرفة دين الإسلام بالأدلة (mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya, dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalilnya). Artinya, tidak boleh seseorang di dalam beragama itu taklid, hanya sekadar ikut-ikutan. Ia harus berusaha mengenal Allah, Nabi, dan agamanya dengan dasar dan dalil.
2. الْعَمَلُ بِهِ (Al-‘Amalu bihi – Mengamalkannya)
Setelah kita tahu tentang makrifatullah, maka harus kita amalkan. Ini adalah konsekuensi dari ilmu yang kita dapatkan.
3. الدَّعْوَةُ إِلَيْهِ (Ad-Da’watu ilaihi – Mendakwahkannya)
Poin pertama dan kedua manfaatnya untuk diri sendiri, adapun yang ketiga manfaatnya untuk orang lain, yaitu mengajak orang lain untuk mengamalkan ilmu tadi. Dakwah di sini sifatnya umum, bahkan seandainya seorang mengajak dan mengajarkan keluarganya sendiri, maka ini sudah bagian dari dakwah.
4. الصَّبْرُ عَلَى الْأَذَى فِيهِ (Ash-Shabru ‘alal adzaa fiihi – Sabar atas gangguan di dalamnya)
Sabar ketika mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkan ilmu ini adalah sesuatu yang wajib. Karena sebuah kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengannya, maka sabar dalam hal ini juga menjadi wajib.
Dalilnya adalah firman Allah dalam Surah Al-‘Asr:
“بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.”
(Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang: (1) beriman, (2) beramal shalih, (3) saling menasihati dalam kebenaran [dakwah], dan (4) saling menasihati dalam kesabaran).
Di mana letak ilmu di sini? Letaknya adalah pada firman Allah “إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا” (kecuali orang-orang yang beriman). Karena tidak mungkin seseorang bisa beriman dengan sebaik-baiknya kecuali apabila dia berilmu.
Imam Asy-Syafi’i رحمه الله berkata, “لَوْ مَا أَنْزَلَ اللهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلَّا هَذِهِ السُّورَةَ لَكَفَتْهُمْ” (Seandainya Allah tidak menurunkan kepada makhluk-Nya hujah kecuali surat ini, niscaya ini sudah mencukupi mereka). Maksudnya, surat ini sudah cukup menjadi pendorong bagi seorang muslim untuk mempelajari dan mengamalkan agama Islam secara keseluruhan.
Imam Al-Bukhari رحمه الله berkata dalam Shahih-nya: “بَابٌ: الْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ” (Bab: Ilmu itu sebelum ucapan dan perbuatan). Dalilnya adalah firman Allah, “فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ” (Maka ketahuilah (berilmulah), bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan mohon ampunlah untuk dosa-dosamu). Allah memulai dengan perintah untuk berilmu (فاعلم), baru setelah itu memerintahkan amalan (واستغفر).
Risalah Kedua: Tiga Perkara yang Wajib Diketahui Setiap Muslim
Penulis mengatakan:
“اعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ، أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ، تَعَلُّمُ هَذِهِ الثَّلَاثِ مَسَائِلَ، وَالْعَمَلُ بِهِنَّ”
(Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwasanya wajib bagi setiap muslim dan muslimah mempelajari tiga perkara ini dan mengamalkan isinya).
Tiga perkara ini tidak keluar dari mengenal Allah, mengenal agama Islam, dan mengenal Nabi-Nya.
1. Pertama: Bahwasanya الله سبحانه وتعالى-lah yang menciptakan kita, memberikan rezeki, dan tidak meninggalkan kita dalam keadaan sia-sia tanpa diperintah dan dilarang. Akan tetapi, الله mengutus kepada kita seorang rasul. Barang siapa yang menaatinya maka ia akan masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepadanya maka ia akan masuk ke dalam neraka. Ini berkaitan dengan mengenal Nabi Muhammad ﷺ.
2. Kedua: Sesungguhnya الله سبحانه وتعالى tidak ridha disekutukan dengan seorang pun di dalam beribadah kepada-Nya, baik seorang malaikat yang didekatkan maupun seorang nabi yang diutus. Ini berkaitan dengan mengenal Allah سبحانه وتعالى.
3. Ketiga: Bahwasanya barang siapa yang menaati Rasul dan mentauhidkan Allah, maka tidak boleh baginya loyal (الولاء – al-wala’) kepada orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, meskipun dia adalah kerabat terdekat. Ini berkaitan dengan mengenal agama Islam, yang di antara maknanya adalah berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya (البراءة من الشرك وأهله – al-bara’atu minasy-syirki wa ahlihi).
Memasuki Matan Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah
Sekarang, barulah kita akan memasuki kitab Tsalatsatul Ushul. Beliau mengatakan:
“اعْلَمْ أَرْشَدَكَ اللهُ لِطَاعَتِهِ، أَنَّ الْحَنِيفِيَّةَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ.”
(Ketahuilah, semoga Allah membimbingmu untuk senantiasa taat kepada-Nya, sesungguhnya Al-Hanifiyyah, agama Nabi Ibrahim, adalah: engkau menyembah Allah semata dengan mengikhlaskan agama ini untuk-Nya).
Al-Hanifiyyah adalah agama yang lurus, condong kepada tauhid dan berpaling dari kesyirikan. Inilah millah (agama) Nabi Ibrahim عليه السلام. Mengapa tauhid disandarkan kepada Nabi Ibrahim?
- Karena orang-orang musyrikin Quraisy mengaku sebagai keturunan Nabi Ibrahim, sehingga diharapkan ini menjadi sebab mereka mau mengikuti dakwah.
- Karena Nabi Ibrahim عليه السلام dijadikan oleh الله sebagai إمام (imam) bagi manusia.
Inti dari millah Nabi Ibrahim adalah menyembah Allah semata (tauhid). Dan makna “beribadah kepada-Ku” (لِيَعْبُدُونِ) adalah “mengesakan Aku dalam ibadah” (لِيُوَحِّدُونِ). Jika seseorang beribadah kepada Allah tetapi juga beribadah kepada selain-Nya, maka itu tidak dinamakan ibadah kepada Allah. Perintah yang paling besar adalah tauhid, dan larangan yang paling besar adalah syirik. Dalilnya, “وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا” (Dan sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun). Penyebutan tauhid di awal sebelum hak-hak yang lain menunjukkan bahwa ia adalah perintah dan hak yang paling agung.