Dauroh Kitab Ushul Tsalatsah Sesi 2 | Dr. Abdullah Roy, M.A

Landasan Pertama: Mengenal Allah (مَعْرِفَةُ اللهِ)

(Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.)

Setelah menjelaskan tentang tauhid, maknanya, serta keutamaan-keutamaannya, dan kita telah sampaikan bahwa tidak mungkin seseorang bisa mewujudkan tauhid kecuali apabila ia mengenal siapa yang ia tauhidkan, mengenal utusan yang diutus kepadanya, dan mengenal agama Islam yang berisi tata cara mentauhidkan الله سبحانه وتعالى, maka setelahnya beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) mengatakan:

“فَإِذَا قِيْلَ لَكَ: مَا الْأُصُولُ الثَّلَاثَةُ الَّتِي يَجِبُ عَلَى الْإِنْسَانِ مَعْرِفَتُهَا؟”

(Maka jika ditanyakan kepadamu: “Apa tiga pondasi utama yang wajib bagi seorang manusia untuk mengenalnya?”).

Beliau menggunakan metode bertanya dengan tujuan supaya kita memperhatikan apa yang akan beliau sampaikan. Di sini beliau bervariasi, kadang mengatakan “اعْلَمْ” (ketahuilah), kadang beliau menggunakan metode pertanyaan. Dahulu, النبي صلى الله عليه وسلم terkadang ketika mengajarkan para sahabatnya juga menggunakan metode bertanya. Di antara faedahnya adalah supaya ketika disampaikan jawaban yang benar, jika didahului dengan pertanyaan, ini akan lebih mengena dan lebih mendalam dipahami oleh orang tersebut.

“فَقُلْ: مَعْرِفَةُ الْعَبْدِ رَبَّهُ، وَدِينَهُ، وَنَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.”

(Maka katakanlah: “Mengenalnya seorang hamba kepada Rabb-nya, agamanya, dan Nabinya, Muhammad ﷺ”).

Ini adalah jawaban yang benar yang dengannya seseorang bisa selamat. Kemudian, beliau menjelaskan satu per satu dari tiga pondasi tersebut, dimulai dengan pondasi yang pertama.

Menjawab Pertanyaan: Siapakah Rabb-mu?

Beliau mengatakan:

“فَإِذَا قِيْلَ لَكَ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَقُلْ: رَبِّيَ اللهُ الَّذِي رَبَّانِي، وَرَبَّى جَمِيعَ الْعَالَمِينَ بِنِعَمِهِ، وَهُوَ مَعْبُودِي، لَيْسَ لِي مَعْبُودٌ سِوَاهُ. وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾. وَكُلُّ مَنْ سِوَى اللهِ عَالَمٌ، وَأَنَا وَاحِدٌ مِنْ ذَلِكَ الْعَالَمِ.”

(Maka apabila dikatakan kepadamu: “Siapakah Rabb-mu?” Maka katakanlah: “Rabb-ku adalah Allah, yang telah mentarbiyahku dan mentarbiyah seluruh alam dengan nikmat-nikmat-Nya. Dan Dia-lah sesembahanku, tidak ada sesembahan bagiku selain-Nya.” Dalilnya adalah firman-Nya Ta’ala: “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” Dan segala sesuatu selain Allah adalah ‘alam’, dan aku adalah salah satu dari ‘alam’ tersebut).

Di sini beliau mengajarkan kepada kita tentang mengenal Allah. Jika kita ditanya, “Siapa Rabb-mu?”, maka jawabannya adalah “رَبِّيَ اللهُ” (Rabb-ku adalah Allah). Nama-Nya adalah Allah, dan ini adalah اسم الله الأعظم (Ismullahil A’zham), nama Allah yang paling besar dan paling agung. Makna “Allah” dalam bahasa Arab adalah “yang disembah” (المعبود – al-ma’bud).

Kemudian beliau menyebutkan sifat-Nya: “الَّذِي رَبَّانِي وَرَبَّى جَمِيعَ الْعَالَمِينَ بِنِعَمِهِ” (Dialah yang telah mentarbiyah diriku dan seluruh alam dengan nikmat-Nya). Tarbiyah (تربية) maknanya adalah menumbuhkan dan mengembangkan. Dialah yang menciptakan kita, menumbuhkan kita sejak dalam kandungan, memberikan rezeki, menjaga seluruh sistem di dalam tubuh kita hingga kita menjadi dewasa. Dialah yang mentarbiyah seluruh alam semesta. Di dalam kata Ar-Rabb (الرَّبُّ) terkumpul tiga makna: Mencipta, Memberikan Rezeki, dan Mengatur Alam Semesta.

Selanjutnya, beliau mengatakan, “وَهُوَ مَعْبُودِي” (dan Dia adalah sesembahanku). Ini adalah pengenalan bahwa selain sebagai Rabb, Allah adalah satu-satunya yang berhak untuk disembah. Apa hubungannya? Kalau kita meyakini bahwasanya Allah-lah satu-satunya yang mencipta, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta, maka kewajiban kita adalah mengesakan-Nya di dalam ibadah. “لَيْسَ لِي مَعْبُودٌ سِوَاهُ” (aku tidak memiliki sesembahan selain Dia).

Dalilnya adalah firman Allah, “الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ” (Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam). Ayat ini mengenalkan kita tentang dua poin tadi: nama-Nya adalah Allah, dan Dia-lah Rabb bagi seluruh alam.

Mengenal Allah Melalui Tanda-Tanda dan Makhluk-Nya

Beliau melanjutkan:

“فَإِذَا قِيْلَ لَكَ: بِمَ عَرَفْتَ رَبَّكَ؟ فَقُلْ: بِآيَاتِهِ وَمَخْلُوقَاتِهِ. وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ. وَمِنْ مَخْلُوقَاتِهِ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرَضُونَ السَّبْعُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُمَا.”

(Maka jika dikatakan kepadamu: “Dengan apa engkau mengenal Rabb-mu?” Maka katakanlah: “Dengan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya.” Dan di antara ayat-ayat-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Dan di antara makhluk-makhluk-Nya adalah tujuh langit dan tujuh bumi, serta siapa saja yang ada di dalamnya dan apa saja yang ada di antara keduanya).

Di antara cara mengenal Allah adalah dengan mengenal ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya.

  1. Ayat-ayat (Tanda-tanda) Allah: Terbagi menjadi dua:
    • آيَاتٌ شَرْعِيَّةٌ (Ayat Syar’iyyah): Tanda-tanda yang tertulis di dalam kitab yang Allah turunkan, seperti Al-Qur’an. Melalui Al-Qur’an, Allah mengenalkan diri-Nya kepada kita, menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
    • آيَاتٌ كَوْنِيَّةٌ (Ayat Kauniyyah): Tanda-tanda yang ada di alam semesta. Dengan merenungkan ciptaan-ciptaan tersebut, kita akan mengenal keagungan Penciptanya.
  2. Makhluk-makhluk Allah: Memperhatikan makhluk-makhluk Allah seperti langit, bumi, matahari, dan bulan akan menggiring kita untuk mengenal Allah.
    • Siang dan Malam: Allah jadikan siang dan malam silih berganti untuk kemaslahatan besar bagi manusia. Dengannya kita mengenal hari, minggu, bulan, dan tahun, yang sangat penting untuk mengatur kehidupan kita.
    • Matahari: Allah ciptakan matahari dengan ukuran, suhu, dan jarak yang sangat pas untuk kehidupan manusia. Ini menunjukkan ilmu, kekuasaan, dan kasih sayang Allah. Dengan merenungkan satu makhluk ini saja, seseorang dapat bertambah keimanannya.
    • Langit dan Bumi: Langit yang tujuh, yang demikian besar, dibangun oleh Allah tanpa tiang. Bumi yang kita pijak diciptakan datar dengan sifat yang pas, tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras, untuk kemaslahatan kita. Semua ini menunjukkan kekuasaan Allah, bahwa Dia Maha Hidup dan tidak pernah tidur (الحي القيوم – Al-Hayyul Qayyum).

Merenungkan ciptaan Allah adalah ibadah yang agung, yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, dan semoga menjadi tanda keikhlasan karena tidak ada yang melihatnya selain Allah.

Rabb Adalah Satu-Satunya yang Berhak Disembah

Setelah menjelaskan bagaimana cara mengenal Allah, beliau menyimpulkan, “وَالرَّبُّ هُوَ الْمَعْبُودُ” (Dan Ar-Rabb, Dia-lah yang berhak disembah). Jika Allah adalah satu-satunya yang mencipta, memberi rezeki, dan mengatur, maka hanya Dia-lah yang berhak disembah.

Dalilnya adalah firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 21-22:

“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ.”

(Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air 1dari langit, lalu Dia hasilkan dengan air itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena itu janganlah kalian mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kalian mengetahui).

Ayat ini dengan jelas menghubungkan pengakuan terhadap rububiyyah Allah (sifat-Nya sebagai Pencipta dan Pemberi rezeki) dengan kewajiban untuk mentauhidkan-Nya dalam uluhiyyah (ibadah).

Jenis-Jenis Ibadah yang Wajib Diperuntukkan Hanya untuk Allah

Karena kita wajib menyerahkan ibadah hanya kepada Allah, maka kita harus tahu apa saja yang termasuk ibadah. Ibadah adalah “segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, berupa amalan yang zhahir maupun yang batin, baik berupa ucapan maupun perbuatan.”

Beliau kemudian menyebutkan jenis-jenis ibadah tersebut:

  • Secara Global: الإسلام (Islam), الإيمان (Iman), dan الإحسان (Ihsan). Islam mewakili ibadah-ibadah yang zhahir (tampak), sedangkan Iman mewakili ibadah-ibadah yang batin. Ihsan adalah puncak dari keduanya.
  • Secara Terperinci:
    1. الدُّعَاءُ (Ad-Du’a – Berdoa): Ini adalah inti ibadah (مُخُّ الْعِبَادَةِ).
    2. الْخَوْفُ (Al-Khauf – Takut): Takut yang diiringi pengagungan.
    3. الرَّجَاءُ (Ar-Raja’ – Mengharap).
    4. التَّوَكُّلُ (At-Tawakkul – Bersandar/Bergantung).
    5. الرَّغْبَةُ (Ar-Raghbah – Keinginan kuat akan rahmat-Nya).
    6. الرَّهْبَةُ (Ar-Rahbah – Rasa takut dari azab-Nya).
    7. الْخُشُوعُ (Al-Khusyu’ – Ketundukan).
    8. الْخَشْيَةُ (Al-Khasy-yah – Takut yang berdasarkan ilmu).
    9. الْإِنَابَةُ (Al-Inabah – Kembali/Bertaubat).
    10. الْاِسْتِعَانَةُ (Al-Isti’anah – Meminta Pertolongan): Meminta pertolongan yang diiringi pengagungan.
    11. الْاِسْتِعَاذَةُ (Al-Isti’adzah – Meminta Perlindungan): Meminta perlindungan sebelum musibah terjadi.
    12. الْاِسْتِغَاثَةُ (Al-Istighatsah – Meminta Dikeluarkan dari Musibah): Meminta pertolongan saat musibah sedang terjadi.
    13. الذَّبْحُ (Adz-Dzabh – Menyembelih).
    14. النَّذْرُ (An-Nadzr – Bernazar).

“كُلُّهَا لِلهِ تَعَالَى” (Semua ibadah ini hanyalah untuk Allah Ta’ala). “وَمَنْ صَرَفَ مِنْهَا شَيْئًا لِغَيْرِ اللهِ؛ فَهُوَ مُشْرِكٌ كَافِرٌ” (Dan barang siapa yang memalingkan sedikit saja dari ibadah-ibadah tersebut kepada selain Allah, maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir).

Dalilnya adalah firman Allah: “وَمَن يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ” (Dan barang siapa berdoa (beribadah) kepada sesembahan lain di samping Allah, padahal tidak ada satu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabb-nya. Sesungguhnya tidak akan beruntung orang-orang yang kafir).

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allah, statusnya telah keluar dari agama Islam.

(Sesi materi kedua berakhir)

#Prolog

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ’anhu. Dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu secara langsung dengan melenyapkan ilmu itu dari manusia. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mencabut nyawa para ulama. Sehingga apabila Allah tidak menyisakan orang berilmu lagi, orang-orang pun mengangkat para pemimpin yang bodoh. Mereka pun ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.’” (HR. Bukhari)

Sumber: https://muslim.or.id/93486-malapetaka-akhir-zaman.html
Copyright © 2025 muslim.or.id