Landasan Kedua: Mengenal Agama Islam (مَعْرِفَةُ دِيْنِ الْإِسْلَامِ)
(Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.)
Ini adalah sesi yang kedua dari daurah kitab ثلاثة الأصول وأدلتها (Tsalatsatul Ushul wa Adillatuha) yang ditulis oleh فضيلة الشيخ محمد بن عبد الوهاب بن سليمان التميمي رحمه الله تعالى (Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman At-Tamimi rahimahullahu ta’ala).
Tidak mungkin seseorang bisa mewujudkan tauhid kecuali apabila dia mengenal siapa yang ia tauhidkan, mengenal utusan yang diutus kepadanya, dan mengenal agama Islam. Setelah menjelaskan tentang tauhid, maknanya, dan keutamaannya, beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) sekarang masuk ke dalam pembahasan landasan-landasan utama tersebut. Beliau mengatakan:
“فَإِذَا قِيْلَ لَكَ: مَا الْأُصُولُ الثَّلَاثَةُ الَّتِي يَجِبُ عَلَى الْإِنْسَانِ مَعْرِفَتُهَا؟ فَقُلْ: مَعْرِفَةُ الْعَبْدِ رَبَّهُ، وَدِينَهُ، وَنَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.”
(Maka jika ditanyakan kepadamu: “Apa tiga pondasi utama yang wajib bagi seorang manusia untuk mengenalnya?” Maka katakanlah: “Mengenalnya seorang hamba kepada Rabb-nya, agamanya, dan Nabinya, Muhammad ﷺ”).
Kemudian beliau menjelaskan satu persatu dari tiga pondasi tersebut.
(Landasan Pertama telah dibahas pada sesi sebelumnya)
Landasan Kedua: Mengenal Agama Islam dengan Dalil-dalilnya
“الْأَصْلُ الثَّانِي: مَعْرِفَةُ دِيْنِ الْإِسْلَامِ بِالْأَدِلَّةِ”
(Landasan Kedua: Mengenal agama Islam dengan dalil-dalilnya).
“وَهُوَ: الْاِسْتِسْلَامُ لِلهِ بِالتَّوْحِيدِ، وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ.”
(Dan Islam adalah: berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya).
1. Berserah Diri kepada Allah dengan Tauhid (الْاِسْتِسْلَامُ لِلهِ بِالتَّوْحِيدِ)
Ini adalah inti agama kita. Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan cara bertauhid, yaitu mengesakan Allah di dalam ibadah. Sebelum masuk ke dalam agama Islam, seseorang mungkin menyerahkan ibadah kepada beberapa sesembahan. Maka ketika dia masuk ke dalam agama Islam, jika ia ingin menjadi seorang muslim yang sah keislamannya, ia harus menyerahkan ibadah hanya untuk Allah saja.
2. Tunduk kepada-Nya dengan Ketaatan (الْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ)
Ini adalah konsekuensi dari poin yang pertama. Ketaatan di sini bisa berupa menjalankan perintah, menjauhi larangan, dan membenarkan kabar-kabar di dalam agama Islam. Jika seseorang sudah mengikrarkan tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, maka ketika datang perintah, ia akan tunduk. Ketika datang larangan, ia akan meninggalkannya. Ia akan mengalahkan hawa nafsunya untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan dan inginkan.
3. Berlepas Diri dari Kesyirikan dan Pelakunya (الْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ)
Poin ini juga merupakan konsekuensi dari tauhid. Apabila seseorang sudah mengenal dan memahami tauhid dengan sempurna, maka ia akan mengikuti apa yang dicintai dan dibenci oleh Allah. Allah sangat membenci kesyirikan, maka seorang yang bertauhid juga akan membenci kesyirikan dan para pelakunya, sebagai bentuk kepasrahan dirinya kepada Allah.
Tiga Tingkatan Agama (مَرَاتِبُ الدِّيْنِ)
Beliau mengatakan:
“وَهُوَ ثَلَاثُ مَرَاتِبَ: الْإِسْلَامُ، وَالْإِيمَانُ، وَالْإِحْسَانُ. وَكُلُّ مَرْتَبَةٍ لَهَا أَرْكَانٌ.”
(Dan dia (agama Islam) memiliki tiga tingkatan: Islam, Iman, dan Ihsan. Dan setiap tingkatan memiliki rukun-rukun).
Perlu kita ketahui bahwa “Islam” memiliki tiga pengertian:
- Makna Paling Umum: Agama para nabi dan rasul, yaitu berserah diri kepada Allah dengan tauhid. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Ibrahim, “إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ” (Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: “Berserah dirilah!” Dia menjawab: “Aku berserah diri kepada Rabb semesta alam”).
- Makna Khusus: Agama yang dibawa oleh nabi kita Muhammad ﷺ.
- Makna Lebih Khusus: Nama sebuah tingkatan di dalam agama, dan inilah yang dimaksud oleh penulis di sini.
Tiga tingkatan tersebut adalah:
- Tingkatan Pertama: الإسلام (Al-Islam)Ini mewakili amalan-amalan yang zhahir (tampak), yang diamalkan oleh anggota badan. Seseorang berada di tingkatan ini ketika ia mengamalkan rukun Islam dan memiliki kadar minimal dari keimanan.
- Tingkatan Kedua: الْإِيمَانُ (Al-Iman)Ini mewakili amalan-amalan yang batin (tidak kelihatan) dan merupakan tingkatan yang lebih tinggi. Seseorang masuk ke tingkatan ini ketika ia berusaha menyempurnakan keimanannya dengan melaksanakan cabang-cabang keimanan, yang jumlahnya ada 70 lebih, seperti berbakti kepada orang tua, menghormati tetangga, berakhlak mulia, dan lain-lain.
- Tingkatan Ketiga: الْإِحْسَانُ (Al-Ihsan)Ini adalah tingkatan yang paling tinggi. Seseorang mencapainya ketika ia telah berusaha memaksimalkan amalan zhahir dan batinnya, hingga ia dapat beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya.
Rukun Islam (أَرْكَانُ الْإِسْلَامِ)
“فَأَرْكَانُ الْإِسْلَامِ خَمْسَةٌ: شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامُ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ، وَصَوْمُ رَمَضَانَ، وَحَجُّ بَيْتِ اللهِ الْحَرَامِ.”
(Maka rukun Islam ada lima: Syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah Al-Haram).
Beliau kemudian menyebutkan dalil untuk masing-masing rukun:
- Dalil Syahadat: Firman Allah, “شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ” (Allah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, (demikian pula) para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan).
- Makna La ilaha illallah: “لَا مَعْبُودَ بِحَقٍّ إِلَّا اللهُ” (Tidak ada sesembahan yang hak/benar kecuali Allah). “لَا إِلَهَ” menafikan segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan “إِلَّا الله” menetapkan ibadah hanya untuk Allah saja.
- Makna Syahadat Muhammad Rasulullah: Maknanya mencakup empat hal:
- Menaati apa yang beliau perintahkan (طَاعَتُهُ فِيمَا أَمَرَ).
- Membenarkan apa yang beliau beritakan (تَصْدِيقُهُ فِيمَا أَخْبَرَ).
- Menjauhi apa yang beliau larang (اجْتِنَابُ مَا عَنْهُ نَهَىٰ وَزَجَرَ).
- Tidak menyembah Allah kecuali dengan syariat yang beliau bawa (وَأَلَّا يُعْبَدَ اللهُ إِلَّا بِمَا شَرَعَ).
- Dalil Shalat dan Zakat: Firman Allah, “وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ” (Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus).
- Dalil Puasa: Firman Allah, “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ” (Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa).
- Dalil Haji: Firman Allah, “وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ” (Dan bagi Allah, wajib atas manusia mengerjakan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam).
Rukun Iman (أَرْكَانُ الْإِيمَانِ)
“الْمَرْتَبَةُ الثَّانِيَةُ: الْإِيمَانُ. وَهُوَ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، فَأَعْلَاهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَىٰ عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ.”
(Tingkatan kedua: Iman. Dan ia memiliki 70 cabang lebih. Yang paling tinggi adalah ucapan La ilaha illallah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah cabang dari keimanan).
“وَأَرْكَانُهُ سِتَّةٌ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.”
(Dan rukun-rukunnya ada enam: engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk).
- Dalilnya: Firman Allah, “لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ” (Bukanlah kebaikan itu engkau memalingkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi kebaikan yang sebenarnya adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi…). Ini menyebutkan lima rukun. Rukun keenam (takdir) dalilnya adalah, “إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ” (Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir).
Rukun Ihsan (رُكْنُ الْإِحْسَانِ)
“الْمَرْتَبَةُ الثَّالِثَةُ: الْإِحْسَانُ. رُكْنٌ وَاحِدٌ، وَهُوَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.”
(Tingkatan ketiga: Ihsan. Rukunnya satu, yaitu: engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu).
Tingkatan ihsan ini memiliki dua derajat:
- مقام المشاهدة (Maqamul Musyahadah): Beribadah seakan-akan melihat Allah (ini yang lebih tinggi).
- مقام المراقبة (Maqamul Muraqabah): Beribadah dengan kesadaran bahwa Allah melihat kita.
- Dalilnya: Firman Allah, “إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ” (Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang muhsin/berbuat ihsan). Dan firman-Nya, “وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِizِ الرَّحِيمِ. الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ. وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ” (Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihatmu ketika engkau berdiri (untuk shalat), dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud).
Dalil Induk: Hadis Jibril (حَدِيْثُ جِبْرِيْلَ)
Dalil dari sunnah yang menggabungkan ketiga tingkatan ini adalah hadis Jibril yang masyhur dari Umar bin Khattab رضي الله عنه. Suatu hari, ketika para sahabat sedang bersama Rasulullah ﷺ, datanglah seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih dan rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh, namun tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengenalnya. Ia kemudian duduk di hadapan Nabi ﷺ, menyandarkan lututnya pada lutut beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas pahanya, lalu bertanya tentang Islam, Iman, dan Ihsan.
Nabi ﷺ menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan menyebutkan rukun-rukun dari masing-masing tingkatan. Setiap kali Nabi ﷺ selesai menjawab, laki-laki itu berkata, “صَدَقْتَ” (Engkau benar). Hal ini membuat para sahabat heran. Setelah laki-laki itu pergi, Nabi ﷺ menjelaskan, “فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ” (Sesungguhnya dia adalah Jibril, yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian).
Hadis ini menunjukkan bahwa agama kita terdiri dari tiga tingkatan: Islam, Iman, dan Ihsan.
(Sesi materi ketiga berakhir, insya Allah dilanjutkan setelah shalat Maghrib)