Dr. Emha Hasan Ayatullah M.AKajian KitabKitab Al Maghazi min Shahih Al Bukhari

KISAH KETEGUHAN DAN UJIAN PARA SAHABAT: DARI BADAR HINGGA UHUD


KISAH KETEGUHAN DAN UJIAN PARA SAHABAT: DARI BADAR HINGGA UHUD

(Syarah Hadis-Hadis Peperangan Nabi)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَحْمَةٍ لِلْعَالَمِينَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ…

Ikhwah sekalian,

Kita akan melanjutkan pembahasan yang masih berkaitan dengan pembahasan sebelumnya tentang Perang Badar. Tetapi yang akan dibahas di sini bukan hanya sekadar Perang Badar secara umum, akan tetapi beberapa cuplikan dan penggalan kisah perjuangan para sahabat.

Ketika mereka melalui pertempuran, adakalanya mereka menghadapinya bersama-sama. Tetapi ada ujian yang dihadapi oleh sekelompok kecil, bahkan dihadapi sampai meregang nyawa terakhir ketika seseorang harus menunjukkan kejujuran dan tekad kuatnya di depan orang-orang kafir, padahal dia tidak sedang bersama pasukan besar. Namun ketika sudah sendirian—dan senantiasa para sahabat menjadi simbol kemuliaan, mereka tidak rela direndahkan apalagi sampai menjual agamanya—mereka tetap berusaha bersikap maksimal di depan musuhnya pada saat mereka dalam keadaan paling lemah sekalipun, hingga ajal menjemput.

Ada lima hadis yang akan kita bahas. Sebagiannya berkaitan dengan Perang Badar, dan sebagian lagi kelanjutannya.

Hadis Pertama: Strategi Pasukan Panah

Hadis yang pertama disebutkan tentang kisah di Perang Badar ketika jumlah kaum Muslimin sedikit. Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa kepada Allah sampai pakaian (rida/selendang) beliau terjatuh. Beliau tetap berusaha mengambil upaya, karena tawakal itu harus, akan tetapi tawakal juga menunjukkan kewajiban mengambil usaha (ikhtiar).

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatur pasukan. Beliau adalah seorang Nabi, itu betul, namun beliau juga seorang pejuang ketika mengatur pasukan menghadapi musuh. Apalagi dengan jumlah persenjataan yang sangat minim, karena 300 orang melawan 1.000 orang.

Di saat itu belum ada Minjaniq (alat pelontar batu) yang sekarang bisa disamakan dengan meriam. Meriam jenis ini sudah mulai ada sejak dulu ketika biasa digunakan untuk mengepung. Sampai dalam catatan sejarah, Makkah pernah dibakar dengan Minjaniq. Ketika itu mereka melempar dengan batu yang dibakar api, kemudian apinya dilemparkan menggunakan alat tersebut sampai menyerang Ka’bah.

Ini terjadi di zaman Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, ketika terjadi perang politik antara Dinasti Bani Umayyah—yang dilanjutkan setelah wafatnya Muawiyah oleh Yazid—melawan khalifah yang dilantik di sekitar Hijaz, yaitu Abdullah bin Zubair. Demi mengalahkan lawan politiknya, mereka rela menghalalkan Tanah Haram; menyerang, mengepung, bahkan membakar Ka’bah.

Subhanallah, kisah ini semua ada dalam Shahih Bukhari. Sebagian penduduk Makkah waktu itu melihat sedemikian keberingasan perang politik yang ada. Padahal mereka Muslim semua. Kalau lawan politik seperti Abdullah bin Zubair saja sampai dipasung, kemudian jasadnya disayat-sayat setelah mati dan dipajang di atas kayu untuk dihinakan. Bahkan ibunya, Asma binti Abi Bakar رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا, dipanggil paksa untuk menghadap Al-Hajjaj. Waktu itu Asma sudah tua, tetapi Al-Hajjaj mengancam: “Kalau dia tidak mau datang, aku panggil paksa atau aku akan seret kepalanya.” Bengisnya seperti itu Al-Hajjaj bin Yusuf.

Saat itulah sebagian kaum Muslimin sampai mengeluhkan kelakuan Al-Hajjaj yang sampai membakar Ka’bah. Bayangkan, Ka’bah tidak pernah mengalami masa penghinaan seperti di zaman itu, kecuali nanti yang kedua di zaman Qaramithah (orang-orang Syiah). Ketika orang-orang haji ratusan ribu jumlahnya menunaikan ibadah, mereka diserang oleh pasukan Qaramithah. Jemaah haji dibunuh, kemudian mereka mencongkel Hajar Aswad dan membawanya ke Irak. Selama 22 tahun Ka’bah ditawafi orang-orang tanpa ada Hajar Aswad (kejadian tahun 317 H). Setelah itu barulah kaum Muslimin berhasil mengalahkan mereka dan mengembalikan Hajar Aswad.

Di zaman Al-Hajjaj, sebagian penduduk Makkah mengadu kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas adalah sahabat yang tersisa saat itu. Mereka datang mencela Al-Hajjaj. Akan tetapi Ibnu Abbas mengatakan: “Jangan kalian menjadi teman setan dalam masalah ini.” Maksudnya, kalian tahu pemimpin kalian ini bengis, tetapi kalau kalian tambah menjelek-jelekkan lagi, khawatirnya balanya akan lebih besar. Bisa jadi kalian disiksa dan orang lain akan disiksa. Pembahasan ini disebut oleh Imam Bukhari dalam masalah taat kepada waliyul amri dalam kondisi fitnah.

Kembali ke zaman Nabi, waktu itu belum ada meriam. Sehingga perang jarak jauh maksimalnya menggunakan panah. Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan kepada para sahabatnya bahwa anak panah ini menjadi senjata yang mahal, maka harus diawet-awet (dihemat). Jumlah kita sedikit, musuh banyak. Kalau kita serang mereka dari jauh, panah cepat habis dan kita kalah.

Imam Bukhari menyebutkan dua sanad. Yang pertama dari Abu Usaid رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, bahwa Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda pada Perang Badar:

إِذَا أَكْثَبُوكُمْ فَارْمُوهُمْ وَاسْتَبْقُوا نَبْلَكُمْ

“Jika mereka (musuh) telah mendekati kalian, maka panahlah mereka, dan hematlah anak panah kalian.”

Kalian hemat-hemat anak panah kalian, kalau mereka sudah dekat baru diserang. Waktu itu jumlah Muslimin sedikit. Anak panah kalau dilempar jarak jauh bisa jadi meleset, atau kalaupun kena tidak terlalu kuat. Maka taktiknya: tunggu sampai betul-betul berdekatan, baru disikat.

Memang di zaman Nabi, orang Arab terbiasa hidup dengan furusiyah (ketangkasan berkuda/perang). Orang Arab suka punya anak laki-laki dan diberi nama yang garang seperti Asad (Singa), Fahd (Macan), Kalb, Kilab. Mereka dipersiapkan untuk perang. Sehingga ketika Nabi memberi syarat minimal usia 15 tahun untuk ikut perang, ada sahabat yang kurang dari 15 tahun diizinkan karena jago gulat.

Jihad itu membutuhkan modal yang paling penting adalah mental iman. Fisik itu penguat. Memang ada sahabat yang cacat diuzur oleh Nabi, tetapi ada juga yang tetap ikut. Yang penting adalah kekuatan iman sehingga ketika diuji Allah tidak langsung mati (misal terluka atau tertawan), dia tidak bunuh diri. Tawanan perang dalam Islam diperlakukan baik, tidak disiksa atau dihinakan.

Hadis Kedua: Perang Uhud dan Ujian Pasukan Pemanah

Hadis kedua adalah kejadian ketika Perang Uhud. Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memposisikan pasukan. Nabi itu hebat, bukan sekadar karena beliau Nabi. Rata-rata Nabi pernah menggembala kambing tujuannya agar terbiasa mengatur. Kemudian Nabi juga fisiknya kuat. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Jika perang sudah sangat panas berkecamuk, biasanya kami berlindung di belakang badan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.”

Pada Perang Uhud, yang meriwayatkan adalah Al-Bara’ bin ‘Azib رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا. Nabi menugaskan pasukan pemanah di Jabal Rumah (Gunung Pemanah). Nabi menunjuk Abdullah bin Jubair sebagai komandan. Jumlah mereka 50 orang.

Al-Bara’ menceritakan: “Pada perang ini, kaum kafir berhasil membunuh di antara kami sampai 70 orang. Padahal pada Perang Badar, kami berhasil mengalahkan orang kafir membunuh 140 orang (70 mati, 70 ditawan).”

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berpesan tegas kepada pasukan pemanah:

إِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخَطَّفُنَا الطَّيْرُ فَلَا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَاهُمْ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلَا تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ

“Jika kalian melihat kami disambar burung (kalah, mati, hancur), jangan tinggalkan tempat kalian sampai aku kirim utusan. Dan jika kalian melihat kami menang dan menginjak-injak mereka, jangan turun sampai aku suruh.”

Ini menggabungkan strategi dan ketaatan pada wahyu.

Ternyata kaum Muslimin berhasil mengalahkan musuh di awal. Al-Bara’ berkata: “Demi Allah, aku melihat perempuan-perempuan musyrik lari tunggang langgang sampai betis-betis mereka terlihat dan gelang kaki mereka nampak.”

Melihat itu, pasukan pemanah berteriak: الْغَنِيمَةَ.. الْغَنِيمَةَ “Ghanimah (harta rampasan)! Ghanimah! Kawan-kawan kalian sudah menang, apa yang kalian tunggu?”

Abdullah bin Jubair mengingatkan: “Apakah kalian lupa pesan Rasulullah?” Tapi mereka menjawab: “Demi Allah, kami akan turun mengambil bagian kami.”

Dunia memang melenakan. Mereka siap sabar dipanah musuh, tapi tidak sabar melihat harta. Ketika mereka turun, Allah membuat mereka bingung (kacau balau). Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, hingga akhirnya posisi berbalik dan mereka kalah parah.

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertahan hanya dikelilingi sekitar 12 atau 14 orang sahabat (seperti Abu Bakar, Umar, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan beberapa orang Anshar).

Dialog Umar bin Khattab dan Abu Sufyan

Selesai perang, Abu Sufyan (saat itu masih kafir) berteriak menanyakan:

“Apakah di tengah kalian ada Muhammad?”

Nabi melarang menjawab (diam). Abu Sufyan tanya tiga kali.

“Apakah ada Abu Bakar?” Nabi melarang menjawab.

“Apakah ada Umar?” Nabi melarang menjawab.

Abu Sufyan lalu menyombong kepada pasukannya: “Tiga orang pentolannya sudah mati semua! Kita sukses!”

Umar bin Khattab tidak sabar menahan emosinya, ia berteriak:

كَذَبْتَ يَا عَدُوَّ اللَّهِ! إِنَّ الَّذِينَ عَدَدْتَ لَأَحْيَاءٌ كُلُّهُمْ، وَقَدْ بَقِيَ لَكَ مَا يَسُوؤُكَ

“Bohong kamu wahai musuh Allah! Orang-orang yang kau sebut masih hidup semua! Dan masih ada yang akan membuatmu celaka!”

Abu Sufyan menjawab: “Aku lebih percaya padamu (Umar) daripada anak buahku yang bilang Muhammad sudah mati.”

Lalu Abu Sufyan berkata: “Hari ini membalas Perang Badar. Perang itu bergilir (الْحَرْبُ سِجَالٌ). Nanti kalian akan temukan mayat yang dimutilasi (hidung/telinga dipotong). Aku tidak menyuruhnya, tapi aku juga tidak membencinya.”

Kemudian Abu Sufyan melantunkan syair memuja berhala:

اُعْلُ هُبَل “Tinggilah Hubal!”

Nabi bersabda: “Kenapa kalian tidak menjawabnya?”

Sahabat bertanya: “Jawab apa Ya Rasulullah?”

Nabi: “Katakan: اللَّهُ أَعْلَى وَأَجَلُّ (Allah Lebih Tinggi dan Lebih Mulia).”

Abu Sufyan berkata lagi: إِنَّ لَنَا الْعُزَّى وَلَا عُزَّى لَكُمْ “Kami punya Uzza, kalian tidak punya Uzza.”

Nabi bersabda: “Jawablah!”

Sahabat: “Apa jawabannya?”

Nabi: “Katakan: اللَّهُ مَوْلَانَا وَلَا مَوْلَى لَكُمْ (Allah Pelindung kami, dan tidak ada pelindung bagi kalian).”

Setelah itu Abu Sufyan menantang untuk perang lagi di Badar tahun depan (Perang Badar Kedua). Namun ketika waktunya tiba, Abu Sufyan ketakutan dan mundur di tengah jalan, sementara kaum Muslimin sudah siap menunggu di Badar. Ini menunjukkan mental kaum Muslimin sebenarnya sangat kuat.

Hadis Ketiga: Dua Pemuda dan Abu Jahal

Hadis berikutnya dari Abdurrahman bin Auf رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Beliau bercerita:

“Ketika di Perang Badar, aku menoleh ke kanan dan kiri, ternyata aku diapit dua anak muda belia. Aku sempat membatin, ‘Duh, seandainya aku tidak di sebelah anak kecil, aku tidak merasa aman’.”

Tiba-tiba salah satunya berbisik (supaya temannya tidak dengar): “Paman, mana Abu Jahal?”

Abdurrahman bertanya: “Mau apa kamu dengan dia?”

Anak itu menjawab: “Aku dengar dia sering mencela Rasulullah. Demi Allah, jika aku melihatnya, aku tidak akan melepaskannya sampai siapa yang mati duluan di antara kami.”

Satunya lagi berbisik menanyakan hal yang sama. Akhirnya Abdurrahman menunjuk Abu Jahal. Bagaikan burung elang, kedua anak muda ini (Putra Afra: Muadz dan Muawwidz) melesat menyerang Abu Jahal sampai dia tersungkur. Kemudian Abdullah bin Mas’ud yang menyempurnakan kematian Abu Jahal dengan memenggalnya.

Hadis Keempat: Tafsir Mimpi Nabi

Hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda tentang mimpi beliau sebelum perang:

  1. Mimpi Berhijrah: “Aku mimpi berpindah dari Makkah ke tempat yang banyak kurmanya. Aku mengira itu Yamamah atau Hajar, ternyata itu adalah Yatsrib (Madinah).”
  2. Mimpi Pedang: “Aku melihat pedangku, lalu aku kibaskan ternyata ujungnya patah/rompal. Itu tafsirnya adalah para sahabat yang gugur di Uhud (seperti Hamzah). Kemudian aku kibaskan lagi, pedang itu kembali utuh dan lebih bagus. Itu tafsirnya adalah kemenangan (Fathu Makkah) dan berkumpulnya kaum mukminin yang Allah datangkan setelahnya.”
  3. Mimpi Sapi Disembelih: “Aku melihat sapi-sapi disembelih (بَقَرًا تُنْحَرُ). Itu adalah para sahabat yang syahid di Uhud (70 orang).”

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menutup dengan mengatakan: “Ternyata kebaikan (Al-Khair) adalah apa yang Allah tentukan.”

Meskipun terlihat pahit di Uhud, ternyata setelah itu Allah memberikan kebaikan yang banyak. Kemenangan demi kemenangan diraih, wilayah Islam meluas hingga Perang Khaibar di mana kaum Muslimin mendapatkan harta dan tanah yang banyak. Sampai Umar bin Khattab merasa sangat kaya dan mewakafkan tanahnya di Khaibar atas saran Nabi—yang menjadi dalil hukum wakaf hingga hari ini.

Demikianlah pembahasan kita. Sebenarnya masih ada satu hadis lagi, namun Insyaallah kita tunda di pertemuan yang akan datang.

وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ.


Related Articles

Back to top button