يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ikhwah sekalian, semoga apa yang kita pelajari bermanfaat, umur yang diberikan Allah kepada kita barokah, dan kita tidak merasa waktu ini cepat. Kita baru masuk kemudian ujian, setelah itu pindah tahun, ganti مستوى, kemudian tiba-tiba lulus, kemudian tambah umur, tahu-tahu… Dan النبي صلى الله عليه وسلم mengingatkan itu, dan para sahabat, para ulama juga menyatakan hitungan itu bukan per tahun, per bulan, bahkan per hari. Hanya tidak semua orang bisa mengambil pelajaran. Al-Hasan al-Basri beliau mengatakan, “Siang malam berganti terus-menerus untuk mengurangi umur, mendekatkan ajal.” Baik, sudah banyak orang bergenerasi dari sejak kaum عاد وثمود, kaumnya Nabi Nuh, semuanya selesai, habis berganti sampai saat ini. Dan yang menceritakan juga sudah meninggal, dan pada satu saat kita pun akan meninggal. Dan kita ingat bahwa ketika seseorang mengingatkan kematian lalu meninggal, kata-kata itu menjadi viral. Bisa jadi tidak seberapa kata-kata itu karena sering didengar, akan tetapi betul-betul sudah meninggal. Ya, padahal contohnya juga sudah banyak. Ada beberapa مشايخ mengatakan dulu orang ini hidup dan menceritakan kemudian dia telah meninggal, lalu setelah meninggal dan setelah itu murid-muridnya juga meninggal. Memang semua sudah tahu, tetapi Allah menyatakan, “Dan mengambil pelajaran hanya untuk orang bertakwa. Siang dan malam dan apa yang Allah ciptakan di langit dan bumi hanya ada ayat-ayat yang diambil pelajaran oleh orang bertakwa.” Yang tidak bertakwa susah dia untuk memperbaiki diri meskipun ilmunya banyak, hafalannya banyak, tetapi memang ketakwaan itu harus diminta sama Allah. طالب العلم ketika belajar harus minta agar Allah kasih ketakwaan sehingga ilmunya bermanfaat. Dan ini nasihat tidak habis untuk semua orang dan semua umur dan sampai kapan pun, karena ketakwaan itu hanya Allah عز وجل yang mengetahui. Bukan karena gelar atau umur, apalagi cuman pangkat, itu habis. Itu orang kadang-kadang bangga dengan sesuatu yang tidak perlu dibanggakan sampai dia sudah merasa meraih sebuah capaian sampai dia lupa dengan inti dari belajar.
Sampai kadang-kadang seorang sedih sekali. Ana satu saat pernah bertanya kepada seorang مشايخ, “Antum ini sekarang Profesor, sudah dapat jabatan juga sampai dekan, bahkan keluarga-keluarganya ada yang menjadi وكيل مدير, kemudian ayahnya seorang yang sekelas menteri. Kira-kira antum bagaimana cara membagi waktu?” Beliau mengatakan, “Kayaknya semuanya habis sudah itu.” Disibukkan dengan urusan pekerjaan atau memang tanggung jawab semua penting. Bukan berarti semua sia-sia karena ini harus dilaksanakan, akan tetapi memang terkadang seseorang susah untuk lebih mengatur waktu dan mendapatkan belajar ideal. Maka selama seorang masih mampu membagi waktunya, memanfaatkan kesempatan kosongnya, jangan disia-siakan. Ya, dulu kita pernah sampaikan الوقت ثلاثة أقسام, ya, waktu itu hanya tiga macam: waktu yang sudah lewat enggak akan kembali, yang kamu sedang hadapi, dan juga yang akan datang. Dan kadang-kadang dihantui juga oleh masa depan, “Nanti saya akan lulus, baru lulus bagaimana?” Termasuk juga pelajaran begitu, “Ini susah banget nih, banyak banget.” Enggak usah diuruskan yang panjang itu, sekarang tugas hari ini kerjakan, ya. Hadis itu dihafalkan banyak sekali. Siapa yang suruh hafal banyak? Hari ini sudah hafal satu hadis aja, sudah selesaikan yang satu ini. Jangan pikirkan 150 hadis, wah panjang banget ya. 150 itu dibagi menjadi 150 hari, kalau satu hari hafal satu hadis, 150 hari bisa hafal, ya insya Allah. Jangan khawatir, tapi semoga Allah عز وجل memudahkan kita untuk belajar dan bertakwa.
Ikhwah sekalian, kita membahas satu hadis aja dan hadis ini terkenal, dan ana sampaikan kepada mahasiswa yang belajar di kelas ana, seandainya hadis ini disampaikan pada kesempatan manusia berkumpul banyak, pas. Hadis tentang المسيء صلاته (orang yang salatnya jelek). Ini dikenal dengan hadis itu, orang yang salatnya jelek. Berarti ada orang yang salatnya bagus, ada orang yang salatnya kurang, sampai النبي صلى الله عليه وسلم perintahkan untuk mengulang, padahal dia sudah salat. Dan dia berusaha untuk memperbaiki salatnya karena akhirnya orang itu mengatakan, “Aku enggak bisa lagi untuk melakukan sebaik yang aku kerjakan. Ya sudah, itu yang aku kerjakan paling baik yang aku bisa.” Berarti orang itu sudah berusaha dan niatnya pun baik untuk melakukan semaksimal yang dia bisa. Tetapi standar benar atau tidak adalah dalil dalam syariat. Sehingga niat ikhlas tidak cukup, salat orang yang penting خشوع tidak, tetapi harus benar salatnya. Kalau seandainya banyak salahnya, harus diperbaiki. Seperti itu. Hadis ini tidak dipedulikan kebanyakan kaum muslimin, khususnya untuk masyarakat yang tidak salat. Gimana dia akan memikirkan belajar salat kalau salat saja dia tidak tertarik, gitu.
Baik, kapan momen yang paling pas? Tidak semua orang datang pengajian mau tulis artikel di jurnal ilmiah sampai Scopus 0,001 itu ya. Tidak semua orang juga baca. Maka ketika momen dan kesempatan itu datang, ya maka disampaikan dan ini bagus dan tepat sekali, seperti salat Jumat. Orang-orang mungkin tidak datang untuk mendengar ceramah, mereka datang untuk menggugurkan kewajiban saja. Ketika itu disampaikan hadis ini biar kaget mereka, “Oh ternyata yang salat rajin saja ada yang salah, bagaimana tidak salat itu, ya.” Dan ini penting disampaikan kepada kaum muslimin ketika memang realitanya tidak salat, dan kalaupun salat mereka tidak perhatian. Maka jangan heran ketika Jumatan ada yang مسبوق. Ya, مسبوق-nya super, jadi dia sampai mengulangi empat rakaat karena memang dia datang sudah mau salam itu Imam. Ini ngapain aja ini ya. Dan ini menunjukkan memang kadar keimanan penduduk di sekitar kita. Maka ana sampaikan kalau seandainya kejadian ini pernah dialami seorang yang hidup di masa Rasul صلى الله عليه وسلم, lalu diajarin, maka kita yang jauh dari masa kenabian sangat penting untuk mempelajari. Dan ana sampaikan, sampaikan ini, sampaikan kepada masyarakat luas, خطبة, kajian umum, mau apa, تبليغ أكبر itu sampaikan sudah hadis tentang salat, aman insya Allah itu. Orang enggak ada yang bilang, “Antum salatnya mau kayak apa?” Enggak, sampaikan hadis aja, begitu.
Baik, hadis ini, عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل المسجد. النبي صلى الله عليه وسلم masuk ke dalam masjid, فدخل رجل فصلى, lalu ada lagi orang datang untuk salat, masuk ke masjid kemudian dia salat. ثم جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم, kemudian dia datang kepada النبي صلى الله عليه وسلم sambil mengucapkan salam. Dan ini merupakan sebuah sunah, ketika orang bertemu meskipun di masjid dia salam. Dan ini barangkali menjadi sunah yang aneh ketika orang masuk masjid salam. Memang salam itu hanya untuk ceramah aja ya? Salam itu datang sampai ke semua tempat yang kita ketemu dengan orang dan sebelumnya belum ketemu itu salam. فإذا لقي أحدكم أخاه فليسلم عليه. Apabila salah seorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, hendaklah dia mengucapkan salam.
Baik, ini lebih aja, bukan hanya sekedar ucapkan salam, bahkan diulang. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dia datang mengucapkan salam kepada النبي صلى الله عليه وسلم. النبي صلى الله عليه وسلم menyatakan, “Kembali kamu, ulangi salatmu karena kamu belum salat.” Eh, الحافظ ابن حجر menukil perkataan seorang alim namanya Ibnu Munayyir, wallahu a’lam, itu adalah Zainuddin Ibnu Munayyir yang juga mensyarah Sahih Bukhari, mengatakan bahwa النبي صلى الله عليه وسلم tidak menjawab salam orang ini, padahal orang ini mengucapkan salam, ya kan? Tidak disebutkan bahwa النبي صلى الله عليه وسلم menjawab salam orang tadi. Kata beliau, bisa jadi karena النبي صلى الله عليه وسلم ingin lebih memprioritaskan ngajarin salahnya salat orang itu ya, sehingga beliau tinggalkan yang sunah, beliau lebih dahulukan yang lebih penting, atau beliau sengaja meninggalkan jawaban salam untuk memberi pelajaran, “Harusnya aku jawab, tetapi karena salatmu jelek, aku enggak jawab salammu.” Ini pendapat dari beliau. Kata الحافظ ابن حجر, sebenarnya enggak usah kayak begitu karena beberapa riwayat Sahih Bukhari disebutkan, “فرد عليه السلام.” النبي صلى الله عليه وسلم akhirnya menjawab salam orang itu. Enggak perlu ribut-ribut memberikan توجيه begitu. Dan memang penulis Umdatul Ahkam memilih riwayat yang tidak ada tambahan النبي صلى الله عليه وسلم menjawab salam. Rupanya kayaknya Zainuddin Ibnu Munayyir ini belum membaca riwayat yang ada tambahan salamnya, begitu kata beliau. Tapi intinya, النبي صلى الله عليه وسلم menjawab salam dalam Sahih Bukhari ini.
Dan Antum kalau tahu hadis ini disebutkan beberapa kali dalam Sahih Bukhari, ya, dan diberi judul masing-masing. Di antaranya beliau memberi judul وجوب القراءة للإمام والمأموم في الصلوات كلها. Nah, ini di antara fikihnya Imam Bukhari, pendapat beliau imam dan makmum harus membaca di semua rakaat. Di antara dalilnya ini. Kemudian di pembahasan lain, hadisnya disebutkan lagi dengan judul berbeda. Beliau mengatakan باب أمر النبي صلى الله عليه وسلم الذي لا يتم ركوعه بالإعادة. النبي صلى الله عليه وسلم pernah menyuruh orang yang salatnya tidak beres rukunnya untuk mengulang. Sebutkan lagi hadis ini. Kemudian ada lagi riwayat justru menunjukkan pembahasan kita tadi. Jawabannya apa? Orang yang menjawab dengan kata-kata وعليك السلام boleh, boleh itu mengucapkan وعليك السلام, dan ini singkat. Kalau seandainya bisa dengan jawaban lebih dari itu tidak apa-apa, tetapi ini adalah jawaban yang dibolehkan.
Tetapi dalam beberapa riwayat disebutkan sampai berulang, maka dikatakan, “Kamu balik, ulangi salatmu.” Maka dia mengulangi salat seperti tadi yang pertama, seperti tadi yang pertama dia salat lagi. ثم جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم, kemudian dia datang lagi salam lagi. Maka النبي صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Balik, salat lagi kamu, kamu belum salat.” Sampai tiga kali. Dan dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Setiap kali orang itu mengucapkan salam, setiap kali itu pula النبي صلى الله عليه وسلم menjawab salamnya.” Maka di sini ada perintah untuk mengulang salam kalau ketemu lagi. Kalau ketemu lagi ngucap salam lagi, dan nanti yang disalamin jawab lagi. Ya kan, “Tadi sudah tak jawab.” “Tadi aku juga sudah salam, ngapain ngulangi salam lagi?” gitu. Nah, tetapi memang النبي صلى الله عليه وسلم dalam Sunan Abi Daud dengan sanad yang sahih, beliau mengatakan, “Apabila salah seorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, hendaklah dia mengucapkan salam kepadanya. Kalau kemudian dia berpisah di jalannya, dipisahkan oleh tembok, oleh pohon, atau oleh batu, kemudian ketemu lagi, maka hendaklah dia mengucapkan salam lagi.” Ini jarang ada orang kayak begini, harusnya ini dihidupkan. Masuk kelas, salam. Ke masjid, salam. Orang datang belakangan menyampaikan salam ke orang-orang yang datang pertama, “Assalamualaikum.” Enggak ada masalah, yang penting enggak teriak-teriak aja ya. Kalau ada orang lagi salat, “Assalamualaikum.” Bahkan para ulama sebagian memberikan adab dalam mengucapkan salam, tidak mengucapkan salam kepada تالٍ (orang yang membaca Al-Qur’an) karena dia sedang berinteraksi dengan Allah عز وجل. Diucapin salam begitu, kadang-kadang buyar dia. Maka sebagian ulama mengatakan ini enggak perlu disalamin karena dia sedang baca Al-Qur’an. Kemudian orang yang sedang mendengarkan khotbah Jumat tidak disalami ya, “Assalamualaikum.” Ini sudah terlambat, ribut lagi. Ini kayak ada orang yang terlambat salat bikin konten. Paham Antum? Sudah terlambat, dia bilang, “Ini, lihat ini kondisi salat jamaah di masjid ini.” Loh, Antum terlambat berarti ya. Kecuali dia punya admin, tapi adminnya terlambat ya kan. Ini orang kurang kerjaan kayak begitu. Karena konten, mereka tidak lagi perhatian sama tinggalan salat ketika bersama imam. Kalau dia bisa datang awalan, dia berusaha untuk mendapatkan takbiratul ihram bersama imam. Dan dulu kita pernah sampaikan, para ulama ketika akan mencari guru, dilihat dulu apakah dia sering ketinggalan salatnya apa enggak. Ini sudah ketinggalan, pede lagi, pasang konten. Enggak ada malunya ini orang kadang-kadang seperti itu. Mau salat difoto begitu. Subhanallah. Kalau salat sendirian mungkin ngantuk-ngantuk begini di depan kamera. Meskipun kadang-kadang orang dia tidak kerjakan sendiri, tapi adminnya ini kadang-kadang, karena admin ini… Ya kan, Masya Allah. الإخلاص.
Ketika ada orang mengucapkan salam mestinya begitu diulang ketika ketemu lagi, enggak ada masalah. Keluar masuk salam lagi, keluar masuk salam lagi, enggak ada masalah. Kecuali kalau memang kondisi yang tidak pantas untuk terganggu, ini urusan lain. Kemudian seperti orang masuk mobil, masuk mobil dia masuk komunitas ya kan. Nah, ini bagus sekali ketika orang mengucapkan salam, dan memang ini termasuk موطن orang mengucapkan salam itu. Masuk mobil, kemudian dia masuk ke sebuah tempat ketemu orang lain, dia ucapkan salam. Baik, lalu النبي صلى الله عليه وسلم apa namanya, memerintahkan orang itu untuk mengulangi salatnya. Apakah berarti salat orang itu tidak sah? Dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa orang itu akhirnya salat dua rakaat. Orang itu salat dua rakaat, berarti kata الحافظ ابن حجر menunjukkan salatnya adalah salat sunah. Kalaupun tidak sah tidak masalah. Dalam beberapa riwayat disebutkan, kata الحافظ ابن حجر, kayaknya, dan ini kuat sekali, orang ini salat dua rakaat tahiyatul masjid, dua rakaat tahiyatul masjid. Baik, berarti apakah salat ini dikatakan فإنك لم تصل (kamu belum salat)? Tadi yang dia sudah lakukan salat sampai diulang dua kali, sampai tiga kali, النبي صلى الله عليه وسلم menyatakan فإنك لم تصل. Berarti نفي atau meniadakan. النبي صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Kamu belum salat.” Sudah salat fisiknya, tapi kenapa dinilai oleh النبي صلى الله عليه وسلم tidak salat? Ada yang mengatakan salatnya tidak sah, ada yang mengatakan salatnya tidak sempurna. Oleh karenanya النبي صلى الله عليه وسلم suruh ulang. Kalau seandainya dia sudah sempurna atau sudah sah, berarti enggak perlu diulang.
Baik, ada yang mengatakan yang terakhir النبي صلى الله عليه وسلم tidak suruh nambah lagi. Dia salat tiga kali kan, dia salat tiga kali lagi, karena… “Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, aku enggak bisa lagi cara yang aku lakukan ini, sudah ajari lah aku.” Nah, berarti النبي صلى الله عليه وسلم membiarkan orang itu salat dalam keadaan salah. Apakah itu boleh? Para فقهاء dan أصوليون mengatakan, “Bolehkah تأخير البيان عن وقت الحاجة (sengaja menunda penjelasan padahal betul-betul harus segera dijelaskan)?” Boleh apa tidak kayak begitu? Enggak boleh kan, enggak boleh. Harus segera dijelaskan. Tapi النبي صلى الله عليه وسلم enggak. Dalam beberapa riwayat ditambahin bahwa النبي صلى الله عليه وسلم mengawasi salat orang itu ya. Beliau mengatakan, “وهو يرمقه في صلاته.” النبي صلى الله عليه وسلم mengawasin orang itu salat. Berarti orang itu masuk ke masjid lalu salat, النبي صلى الله عليه وسلم melihatin terus. Betul-betul dilihatin. Mestinya orang kalau ngerasa dilihatin salatnya diperbaiki kan? Wah, ternyata tetap salah gitu. Datang, suruh ngulangi. Datang lagi, perbaikin, salah lagi, gitu. Dan ini sebagian ulama mengatakan mestinya النبي صلى الله عليه وسلم tidak pantas beliau membiarkan sebuah kesalahan. Ya, kata الحافظ ابن حجر mengatakan ini bukan pembahasan membiarkan kesalahan dan tidak menjelaskan pada saat yang dibutuhkan, bukan itu. Tetapi beliau ingin memastikan, “Jangan-jangan orang ini capek, jangan-jangan orang ini capek, sehingga dia melakukan kesalahan itu tidak sengaja.” Sehingga ketika diulang, sudah enggak lagi diulangi lagi kesalahannya tadi. Kalau dia kondisi capek kok malah disuruh ngulang, berarti ana enggak boleh main-main ini, gitu. Atau dia lupa lalu dia ingat. Nah, tetapi ketika kesalahan itu diulang-ulang, baru النبي صلى الله عليه وسلم mengerti memang orang ini tidak ngerti, gitu. Maka penundaan untuk dijelaskan karena dua sebab. Yang pertama, untuk memastikan orang ini memang enggak ngerti. Yang kedua, inilah metode mengajari. Ketika seorang langsung ngajarin, langsung lupa juga, kayak di kelas itu, gitu. Kalau ngomong langsung, bukan hanya murid tidak paham, kadang ditinggal tidur juga ya itu gurunya. Tetapi coba guru bilang, “Kamu jelaskan begini.” “Eh, salah dia.” Dia salah, suruh berdiri ke depan, gitu. Pusing sekali begini. Baru dijelaskan, “Harusnya begini.” Insya Allah itu enggak, enggak lupa itu seumur hidup, ya. Kecuali kalau sudah lupa dan sudah sering lupa dan sudah sering suruh berdiri, ah ini mungkin sudah terbiasa, kebal dia ya. Tapi maksudnya, ini النبي صلى الله عليه وسلم cara untuk mengajari dengan disuruh ngulang, ngulang, ngulang, akhirnya dia lebih siap untuk menerima pelajaran.
Dan disebutkan dalam riwayat ini, orang tadi mengatakan, “Aku enggak bisa lagi salat, ini sudah yang aku usahakan paling baik, maka ajari aku.” Kata الحافظ ابن حجر, ini merupakan adab orang enggak ngerti itu belajar dan dia ngerti ini orang alim mau ngajarin. Dia minta kepada dia, “Ajarin aku!” Bukan malah cengkal itu, ngeyel. Sudah enggak ngerti, wah pengin memperjuangkan mati-matian, “Pokoknya saya dulu belajar begini, kok disalahkan sekarang? Enggak terima ana.” Nah, ini yang disampaikan oleh Ibnu Rajab al-Hambali رحمه الله, kadang orang enggak ngerasa, enggak nyadar. Dia sangka bahwa yang dilakukan itu adalah الحب في الله والبغض في الله. Dia sangka bahwa kecintaan dia dibangun di atas landasan Allah عز وجل, kebencian dia dibangun di atas dasar Allah عز وجل. Akhirnya ketika ada orang menurut dia salah, dibantah habis-habisan. Ketika dia salah dan diingatkan, dia pertahankan habis-habisan. Rupanya dia terjebak dalam penyakit fanatik. Kata Ibnu Rajab al-Hambali رحمه الله, ini hati-hati sekali ini. Bahkan orang betul-betul bisa menyalahkan 100% kalau tidak cocok sama mazhabnya dan dia bisa memperjuangkan 100% mati-matian ketika dia mengatakan ini pendapat mazhabnya. Ana pernah sampaikan kepada antum bahwa orang yang متعصب, yang fanatik mati, bukan fanatik buta lagi, ini fanatik mati ya. Ya, mereka ini sampai mengatakan Al-Qur’an enggak perlu diambil, enggak perlu dipelajari. Perkataan sahabat sekalipun kita tolak kalau tidak sesuai dengan pendapat mazhab. Ini ada ini, yang disebutkan oleh Syekh Umar Sulaiman al-Asyqar dalam kitab beliau tentang المذاهب الأربعة ya, tentang مدارس dan sejarah مذاهب الأربعة. Beliau sebutkan ada orang-orang متعصبين sampai mengatakan demikian. Maka wajar ketika ada orang di zaman ini mengatakan, “Al-Qur’an ada racunnya. Kalau mau belajar fikih dari tokoh agama, jangan belajar langsung dari Al-Qur’an, karena Al-Qur’an ada racunnya.” Ini kata-kata kufur, bahaya sekali, bahaya sekali. Maka orang yang mestinya dia enggak ngerti, ngaku saja, belajar, “علمني” (ajari aku), seperti itu. Dan enggak ada masalah ketika seorang belajar minta dalilnya. Enggak apa-apa. “Antum ajarin ana seperti ini, ada dalilnya apa? Enggak?” Bahkan النبي صلى الله عليه وسلم seperti itu apa enggak, begitu. Enggak ada masalah.
Baik, “إذا قمت إلى الصلاة فكبر” (Kalau kamu mau salat, kata النبي صلى الله عليه وسلم, maka takbirlah). Ini kita akan sebutkan sesuai yang ada dalam hadis ini. Tapi الحافظ ابن حجر رحمه الله menyebutkan bahwa hadis ini memiliki tambahan-tambahan lafaz yang banyak. Di antaranya dalam Sahih Bukhari, “Kalau kamu mau salat, hendaklah kamu sempurnakan wudumu, kemudian kamu hadap kiblat, kemudian baru فكبر (seperti yang ada dalam hadis ini), ثم اقرأ بما تيسر معك من القرآن (kemudian bacalah apa yang mudah kamu baca dari Al-Qur’an).” Apa ini? Al-Fatihah? Kalau ana Alif Lam Mim, Allahu Akbar. Ya, kayak orang-orang tarawih, atas Jatim itu mereka kalau salat cepat Alif Lam Mim, Allahu Akbar. Ini ada juga kayak begitu. Ini apakah… Berbeda pendapat, apa yang dimaksudkan dengan ما تيسر من القرآن (yang mudah untuk dibaca)? الحافظ ابن حجر menyebutkan beberapa riwayat, termasuk di antaranya adalah… Meskipun ini semua para ulama sepakat, mayoritas ulama mengatakan ayat ini atau dalil ini, hadis ini, maksudnya ini umum, semua yang kita bisa mudah untuk baca, maka itu yang dibaca. Mau Fatihah atau tidak. Kalau ada orang bisa baca Al-Fatihah alhamdulillah, tapi kalau seandainya enggak bisa, maka baca yang lain yang mudah. Bahkan ada riwayat, nanti ana enggak hafal, tadi ana mau hafal-hafalkan ternyata lupa lagi ya. Maksudnya ada berapa riwayat menunjukkan bahwa النبي صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Kalau kamu hafal Al-Fatihah, baca. Kalau tidak, maka tasbih dan takbir atau baca yang mudah, baca yang mudah.” Begitu.
Baik, maka di sini ana sering sampaikan bahwa orang mualaf yang baru masuk Islam, yang disampaikan oleh para ulama pertama, dia belajar membaca Al-Qur’an dan Al-Fatihah-nya, karena Al-Fatihah-nya ini menjadi rukun menurut pendapat جمهور selain الحنفية. الحنفية mengatakan ini bukan rukun, tetapi sunah saja. Tapi جمهور atau mayoritas ulama mengatakan membaca Al-Fatihah di dalam salat adalah rukun. Berarti orang masuk Islam dia harus latihan membaca Al-Fatihah. Kita bayangkan itu. Sementara orang-orang Islam yang sejak lahir, mereka alhamdulillah sudah ngerti Al-Fatihah minimal ketika dia TK, TPA sudah hafal. Sehingga ketika salat, tinggal salat aja. Dan enggak salat, banyak enggak salat itu, sudah hafal Fatihah enggak salat. Akhirnya yang mualaf-mualaf itu hafalannya tambah banyak, nyalip itu yang Islam warisan. Ya, sebagian orang Islam warisan suruh ngafalin Al-Qur’an numpuk hutang ya, numpuk hutang, enggak mau ngafalin. Orang mualaf itu sampai hafiz Qur’an, sampai bisa bahasa Arab, sampai mau belajar lama dan susah itu. Ana sampaikan kepada antum cerita itu tentang kawan ana yang mualaf itu. Nulis alif, ba, ta’ itu latihan itu kayak kita kalau latihan nulis a, b, c itu kan dulu waktu kita di TK itu. Nah, ini dia masuk mualaf ini, masuk Islam, enggak ngerti tata cara nulis-nulis alif, ba, ta’, kesulitan dia itu nulis itu karena kidal lagi dia. Tapi alhamdulillah sabar, hafalannya banyak, minimal 10 juz itu dia sudah hafal itu karena dia selesai doktorah itu, kemudian dia sudah bisa mengerti semua dalil dan semangat belajar. Maksudnya, orang yang Islam sejak lahir ini untuk hafal Qur’an jangan malas-malas lah ya. Stagnan aja mempertahankan istiqomah hafalannya juz 30, akhirnya ketika ada imam kepanjangan, tidak dipakai lagi, begitu.
Baik, disebutkan, “ثم اركع حتى تطمئن راكعًا” (kemudian rukuklah sampai kamu tumaninah dalam rukuk). “ثم ارفع حتى تعتدل قائمًا” (kemudian kamu bangun dari rukuk sampai i’tidalmu sempurna). I’tidal artinya bangun dari rukuk juga perlu tumaninah. Dan kita tahu bahwa tumaninah ini rukun menurut جمهور العلماء. الحنفية mengatakan sunah. Kita kemarin sampaikan berulang-ulang, الحنفية menurut mereka tinggal مجرد الرفع (sekedar mengangkat kepala) dari rukuk, سمع الله لمن حمده, balik lagi. Dan memang banyak riwayat yang menunjukkan mereka santai sekali salatnya. Bangun dari rukuk enggak usah berdiri begini, set, balik langsung sujud lagi. Kemudian juga duduk, duduk itu enggak harus sampai duduk begini. Sujud, bangun, duduk tegap, enggak harus. Ngangkat, balik sujud lagi. Jangankan itu, salam aja enggak wajib menurut mereka. Kalau ada orang tahiyat kemudian kentut, sah salatnya. Salat paling enak ini, ya. Mau kentut-kentut bebas. Maksudnya, ini menunjukkan bahwa rukuk diperintahkan untuk tumaninah, kemudian i’tidal diperintahkan pula untuk tumaninah. “ثم اسجد حتى تطمئن ساجدًا” (sujud pun demikian, sujudlah kamu sampai kamu tumaninah dalam sujud). “ثم ارفع حتى تطمئن جالسًا” (kemudian berdirilah atau angkatlah kepalamu sampai dudukmu pun tenang). Sehingga sebagaimana orang habis rukuk diperintahkan tumaninah, demikian pula duduk di antara dua sujud diperintahkan pula seseorang untuk duduk. Beberapa riwayat disebutkan diperintahkannya seorang untuk bangun dari sujud kemudian sujud, berarti duduk istirahat yang kita kemarin bahas itu, itu pun diperintahkan. “ثم افعل ذلك في صلاتك كلها” (lakukan di semua rakaat salatmu). Berarti semua yang disebutkan itu dilakukan di semua rakaat. Kalau tiga rakaat ya dikerjakan tiga rakaat, empat rakaat ya empat rakaat. Artinya tumaninah dalam rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, kemudian berdiri dari rukuk, itu semua dikerjakan. Termasuk Al-Fatihah dibaca setiap rakaat.
Maka Al-Bukhari رحمه الله tidak membedakan apakah kewajiban makmum membaca surat Al-Fatihah ini khusus ketika rakaat satu dan dua atau semuanya. Beliau katakan semuanya. Mau salat jahriyah atau salat sirriyah semuanya dibaca Al-Fatihah itu. Maka beliau mengatakan tadi pembahasan yang pertama beliau memberi judul, “Wajib untuk membaca semuanya di semua rakaat, di semua salat, kemudian mau safar atau sedang bermukim, mau salat jahriyah atau salat sirriyah.” Zuhur, Asar tetap seorang membaca Al-Fatihah di semua rakaat. Kemudian Magrib, Subuh, sama Isya semuanya tetap membaca Al-Fatihah.
Baik, hadis ini dijadikan kaidah oleh para فقهاء. Banyak sekali para فقهاء mengatakan apa yang ada dalam hadis ini berarti wajib, yang tidak disebutkan dalam hadis ini berarti tidak wajib. Antum barangkali sering mendengar itu. Maka kalau antum pelajari dalam pelajaran fikih, terutama, “Kenapa ini sunah? Karena tidak disebutkan dalam hadis المسيء صلاته.” Kalau orang mengatakan, “Kenapa wajib? Ketika disebutkan, karena النبي صلى الله عليه وسلم perintah.” Ya, النبي صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Kalau kamu mulai salat, takbirlah.” Perintah itu mengharuskan untuk sebuah kewajiban. Selesai itu. Mafhum kita, kita pahami karena nabi perintahkan berarti wajib. Tetapi yang tidak disebutkan di sini, apakah berarti tidak wajib? Kenapa seperti itu kesimpulannya? Apakah karena setiap yang tidak disebutkan berarti tidak wajib, itu adalah kaidah? Nah, tanya pada antum, apakah sesuatu yang tidak disebutkan menjadi tidak wajib adalah sebuah kaidah? Hah? Kira-kira apa? Enggak lulus ini yang belajar fikih. Iya, dan memang الحافظ ابن حجر رحمه الله menukil perkataan Ibnu Daqiqil ‘Id. Ibnu Daqiqil ‘Id ini أصولي, أهل الأصول. Beliau mengatakan, “Sebenarnya itu bukan kaidah. Orang ketika mengatakan tidak disebutkan, kenapa tidak diwajibkan? Karena tidak disebutkan. Sesuatu yang tidak disebutkan tidak berarti tidak wajib. Hanya sekarang النبي صلى الله عليه وسلم sedang menjelaskan tata cara salat kepada siapa? Kepada orang yang enggak ngerti, orang yang betul-betul enggak ngerti tata cara salat. Maka biasanya yang diajarkan yang wajib-wajib saja. Kalau tidak disebutkan, maka biasanya itu memang tidak dipandang wajib.” Maksudnya seperti itu kesimpulannya. Kalau seandainya orang itu ngerti, ya sudah dibiarkan. Tapi orang itu sudah jelas-jelas جاهل, enggak ngerti. Kalau ternyata النبي صلى الله عليه وسلم tidak contohkan padahal itu wajib, berarti ini namanya تأخير البيان عن وقت الحاجة (sengaja tidak menjelaskan padahal lagi dibutuh-butuhkan banget), gitu. Dan itu enggak mungkin dilakukan oleh النبي صلى الله عليه وسلم. Nah, berarti semua yang memang dibutuhkan di dalam salat, النبي صلى الله عليه وسلم pasti akan sampaikan, begitu. Sehingga kesimpulannya, para فقهاء sering menjadikan hadis ini sebagai patokan, yang disebutkan berarti wajib, yang tidak disebutkan berarti tidak wajib. Meskipun ini ada نقاش (diskusi) di antara para ulama, “Apa ya benar seperti itu?” Kata… berarti harus dikumpulkan semua jalur yang ada dalam hadis ini sehingga kita ngerti yang diperintahkan apa saja. Kata الحافظ ابن حجر, “Aku sudah lakukan.” Ya, baik.
Azan dulu. الله أكبر الله أكبر… أشهد أن لا إله إلا الله… أشهد أن محمدا رسول الله… حي على الصلاة… حي على الفلاح… الله أكبر الله أكبر… لا إله إلا الله.
Baik, jadi Ibnu Daqiqil ‘Id رحمه الله ketika beliau menyebutkan para فقهاء mengambil kesimpulan setiap yang disebutkan dalam hadis ini berarti wajib, yang tidak disebutkan berarti tidak wajib, kata beliau, “Boleh saja mereka mengambil kesimpulan itu, tetapi harus disebutkan, dikumpulkan semua riwayat yang berhubungan dengan hadis ini agar kita mengetahui apa saja yang diwajibkan, sehingga tidak kita tinggalkan.” Kata الحافظ ابن حجر رحمه الله, “Aku sudah lakukan itu. Aku kumpulkan semuanya dan aku mulai ambil kesimpulan bahwa yang disebutkan dalam hadis ini beserta tambahan-tambahannya banyak. Dan yang tidak disebutkan seperti niat. Niat tidak disebutkan. Lalu apakah niat tidak wajib?” Wajib, harus. Bahkan itu rukun. Mau salat, orang enggak ngerti salat itu mau salat apa, enggak sah dia. Asal-asalan aja, ikut-ikutan aja begitu, sah apa enggak? Ya enggak bisa. Atau orang salah niat. Salah niat maksudnya bagaimana? Dia sangka bahwa salat yang dilakukan itu salat zuhur ternyata salat asar. Bisa apa enggak itu? Bisa. Atau kebalikannya, disangka sudah salat asar ternyata itu salat zuhur. Orang tidur dari pagi misalkan kecapekan, kemudian dia bangun sangkanya uh, asar. Kesalahan dia, dia sangka dia tidur siang. Ketika dia bangun disangkanya salat asar, berangkat dia ke masjid, dia niat salat asar. Selesai habis salat asar, dia sangkanya kan, nyangkanya salat asar. Orang, “Kenapa bangun salat sunah ini? Kenapa banyak juga yang melakukan?” Dia mau tegur pertama, ternyata banyak sekali yang salat sunah begitu. Oh, baru lihat jam. Lailahaillallah, jam 12. Kayak begitu, gimana hukum salatnya? Enggak sah. Ngulangi dia. Kalau masalah dia akan salat dengan niat salat zuhur padahal waktunya salat asar, dia bermakmum pada imam yang salat asar tapi niat dia salat zuhur, sengaja dia memang niatnya berbeda, enggak apa-apa itu. Sah, meskipun ada khilaf di antara فقهاء boleh apa tidak. Tetapi wallahu a’lam yang rajih boleh. Antum datang dari safar jam 4. Antum di safar belum sempat salat zuhur, datang ke Masjid Ar-Rahmah, imamnya salat asar, antum niat salat zuhur, sah salatnya. Tapi yang enggak sah yang tadi itu, dia niat salat asar padahal ternyata yang dilakukan salat zuhur. Nah, ini berarti tidak sah seperti itu.
Kemudian yang kedua, disebutkan oleh الحافظ ابن حجر, duduk di تشهد akhir. Nah, ini juga tidak disebutkan di dalam hadis tadi, meskipun dikumpulkan berbagai riwayatnya. تشهد akhir tidak disebutkan. Selawat kepada النبي صلى الله عليه وسلم tidak disebutkan, padahal itu wajib. Meskipun ada yang mengatakan itu sunah, tetapi جمهور mengatakan salat selawat, maksudnya selawat kepada النبي صلى الله عليه وسلم adalah wajib, bahkan rukun. Kemudian termasuk salam. جمهور ulama mengatakan salam adalah rukun, kecuali Hanafiah kita sebutkan tadi. Sementara جمهور mengatakan bahwa salam itu wajib dan rukun, sehingga dia harus dikerjakan tetapi tidak disebutkan dalam hadis ini. Berarti tidak semua yang tidak disebutkan berarti tidak wajib. Tidak seperti itu kesimpulannya, ya. Kemudian tidak disebutkan pula iqamah, ya kan? Tidak disebutkan iqamah. Tidak disebutkan pula Iftitah, mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, ya. Mengangkat tangan, para ulama mengatakan bahwa takbiratul ihram rukun, harus itu. Sampai kalau ada orang terlambat, imam sudah ruku’, maka makmum datang, ini masbuk ini, makmum masbuk dia. Dia mau takbir langsung sekali untuk ruku’ atau dua kali? Takbiratul ihram kemudian ruku’, takbir ruku’? Para ulama mengatakan ini beda pendapat. Ada yang mengatakan dua, harus. Yang satu takbiratul ihram, yang satu takbir ruku’. Ada sebagian ulama mengatakan boleh dijamak, dijamak sehingga satu takbir ini ngatasi dua takbir. Hanya niatnya harus takbiratul ihram. Kalau niatnya takbir ruku’ maka tidak sah, karena takbiratul ihram rukun sementara takbir انتقال sunah menurut sebagian ulama. Seperti itu.
Kemudian di sini disebutkan, adapun mengangkat tangan ketika takbiratul ihram itu sunah. Meletakkan tangan kanan, ya, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika berdiri begini, ini juga sunah. Kalau seandainya dia begini, sahih apa enggak? Sah apa enggak salatnya? Sah, tapi salah dia, menyelisihi sunah. Kemudian tambah lagi, semua takbir انتقال. Semua takbir انتقال dari apa namanya, ruku’ ke sujud, Allahu Akbar. Dari rukuk, dari sujud ke duduk di antara dua sujud, Allahu Akbar. Nah, ini semua takbir انتقال, takbir pindah dari satu rukun ke rukun yang lain. Ini sunah menurut kebanyakan ulama. Meskipun kita sampaikan kemarin bahwa النبي صلى الله عليه وسلم selalu bertakbir. Bahkan sebagian ulama mengatakan salah kalau ada orang sengaja tidak takbir, diam aja. Jadi dia salat itu dia diam aja begitu. Sampai zikirnya diam. Ini juga salah. Para ulama mengatakan zikir itu, itu ibadahnya lidah, bukan ibadahnya hati. Hati punya kerjaan sendiri, dia zikir kepada Allah, dia tenang, dia rela, dia cinta, dia benci, itu semua adalah zikir hati itu. Tetapi untuk zikir yang betul-betul itu ada lafaznya, itu kerjaan lidah. Maka bukan hanya ini, orang kalau zikir begini, ini sama dengan yang pakai tasbih itu, cepat sekali jalannya tasbih ini. Zikirnya bagaimana kira-kira? Tidak bedanya dengan orang yang begini, cepat sekali, orang ininya diam ya. Cepat sekali. Makanya kalau Ramadan orang pengin khatam, pengin cepat itu, enggak usah baca, cepat sekali ya. Ada orang kayak begitu, ya. Ana kadang-kadang itu waktu di Madinah kita ngaji pengin cepat, gitu. Sebelah ana cuman gini, set, balik, balik, enak sekali, cepat orang ini. Kalau seandainya ada hadiah, dia yang dapat itu, ya. Tapi masalahnya zikir itu yang dilakukan dengan lisan. النبي صلى الله عليه وسلم menyatakan, “Basahkan lidahmu ini, basah dengan zikir kepada Allah.” Berarti bunyi ini, ini bunyi. Kita membaca سبحان ربي العظيم, سبحان ربي الأعلى, itu bunyi, ya. Meskipun tidak didengarkan oleh orang lain, tapi kita baca.
Kemudian disebutkan pula di sini, tasbihatur ruku’ was sujud. Ketika orang membaca سبحان ربي العظيم, سبحان ربي الأعلى, itu sunah menurut sebagian besar para ulama, termasuk Syafi’iyah. الحافظ ابن حجر Syafi’i, beliau sering menukil mazhab itu. Hai’atul julus, duduknya bagaimana? Mau تورك, افتراش, mau إقعاء, semuanya sunah. Mau dipakai yang ini, pakai yang itu, semuanya sunah. Meletakkan tangan ketika duduk tasyahud di atas paha, ini juga sunah. Mau letakkan di paha atau di lutut begini, di atas paha begini atau di atas lutut yang kiri juga begini atau begini, ini semuanya ada keterangannya. Tetapi maksudnya ini sunah, selama dia tidak meremehkan dan dia mengambil langkah dan sikap yang tidak ada sunahnya sama sekali. Misalkan dia begini, nah mestinya dia tak letakkan di atas pahanya kan sunah, ah biar begini aja, naik. Ini salah, enggak boleh. Tidak boleh sengaja menyisihi sunah ketika salat itu, naudubillah ya. Karena dia apa namanya, bermain-main dalam salatnya, tidak boleh seperti itu.
Baik, jadi الحافظ ابن حجر beliau menyebutkan bahwa ini riwayat-riwayat sudah aku sebutkan semuanya, sudah aku sebutkan semuanya. Sehingga kesimpulannya tadi ada beberapa yang tidak disebutkan, tetapi rupanya para ulama mereka tidak menyimpulkan yang tidak disebutkan berarti bukannya tidak wajib. Ada yang wajib tapi ada dalil lain, ada dalil lain yang menyebutkan. Baik, tadi kita bahas tentang sebagian ulama menafsirkan bahwa yang tidak, apa namanya, yang tidak dibaca meskipun nabi mengatakan “sudah baca yang mudah.” جمهور mengatakan bahwa yang mudah itu maksudnya adalah Al-Fatihah karena ada dalil lain yang mengatakan, “Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca…” Baik, ada berapa riwayat di sini disebut الحافظ ابن حجر, di antaranya riwayat إسحاق بن راهويه, orang yang salat itu diperintahkan untuk membaca apa aja yang Allah ajarkan kepada dia. Berarti ini umum, Al-Fatihah atau bukan. Dalam riwayat lain dikatakan, ini النبي صلى الله عليه وسلم menyabdakan, “اقرأ ما معك من القرآن” (kalau kamu punya hafalan Qur’an, bacalah hafalanmu. Kalau kamu tidak punya hafalan Qur’an maka takbir, tasbih, dan tahmidlah). Ini sebenarnya ada riwayatnya disebutkan dari sahabat Abdullah bin Abi Aufa. Orang yang tidak bisa membaca Al-Fatihah dia membaca سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر. Sehingga, “Bacalah yang mudah kamu baca dari Qur’an,” itu memang pembahasannya luas. Orang kalau enggak hafal, ya sudah dia baca tasbih. Berarti kalau ada orang enggak hafal Al-Fatihah, boleh dia tidak baca Al-Fatihah. Kemudian dalam riwayat yang lain, “اقرأ بأم القرآن أو بما شاء الله” (hendaklah dia baca dengan Al-Fatihah atau yang Allah kehendaki). Berarti Al-Fatihah tidak harus, ya ini dikumpulkan semuanya. Nah, ini riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban disebutkan bahwa النبي صلى الله عليه وسلم menyatakan, “Bacalah Al-Fatihah kemudian bacalah yang mudah untuk kamu baca sesuai keinginan kamu.” Berarti pilihannya itu tidak secara mutlak pilihan kita mau membaca yang mudah itu mana, setelah kita baca Al-Fatihah. Dan intinya semua orang yang hafal Al-Fatihah, mudah untuk membaca Al-Fatihah. Dan hampir semua orang yang lahir dalam keadaan Islam, insya Allah bisa hafal Al-Fatihah. Maka jangan sampai ada orang yang tidak membaca Al-Fatihah. خروجا من الخلاف atau keluar dari silang pendapatnya para ulama ini aman, aman. Caranya bagaimana? Kita kerjakan satu tindakan yang tidak disalahkan semua kalangan. Itu gampangnya begitu. Kita keluar dari khilaf itu maksudnya kita mengambil pendapat yang tidak disalahkan oleh semua pendapat. Seperti itu.
Baik, ini riwayat banyak sekali, akan tetapi di antara pelajarannya seperti yang kita sebutkan tadi, bagaimana seorang tawadu dalam menyampaikan, dan ini bentuk kesabaran النبي صلى الله عليه وسلم dalam mengajarkan. Ada orang enggak ngerti, diajari. Kemudian ini perlu diteladani, dan ini barangkali jarang dan susah dipraktikkan, terutama untuk orang-orang yang Ahlul wal jamaah, yang sungkan. Orang Indonesia itu sungkan. Jangankan belajar, masya Allah, pertanyaannya kayak begini ya. Jadi orang lihat ini salatnya salah ini, setengah mati mau ngingetin, “Susah setengah matinya, kenapa begini ya, gitu salah gitu.” Tapi susah. Di Indonesia itu barangkali ada orang diingatin besok enggak datang lagi. Iya, maka harus sebaik mungkin ketika kita ingin mengingatkan ya. Ada orang salat salah kemudian bilang, “Pak, salatnya benar aja, Pak.” Waduh, repot itu ya. Jadi betul-betul pandai dalam menyampaikan, harus hati-hati. Dan النبي صلى الله عليه وسلم juga sama, beliau mengatakan, “ارجع فصل فإنك لم تصل” (salatmu salah semua, ulangi!). Ini kalau dilakukan di Indonesia orang mungkin enggak bisa nerima seperti itu ya. Ya, kalau dia mengatakan, “Mending ana masih salat, banyak yang enggak salat di sana itu.” Jawabannya benar itu, ya, tetapi diucapkannya salah, gitu.
Kemudian di sini juga disebutkan beberapa pelajaran bahwa sebenarnya yang diperintahkan النبي صلى الله عليه وسلم adalah mengucapkan kata-kata takbir, “إذا قمت إلى الصلاة فكبر” (bertakbirlah). Kenapa disebutkan seperti ini? Dalam mazhab Hanafiyah, perintah untuk takbir itu mengagungkan Allah, maka boleh seorang mencari lafaz lain, الله أعظم. Sah menurut mereka. Tapi menurut pendapat jumhur, enggak. Lafaz dalam bahasa Arab dalam zikir memang bertingkat-tingkat, maknanya juga berbeda-beda, dan bisa jadi dalam beberapa tempat makna itulah yang bisa mewakili, tidak bisa diganti dengan yang lain, meskipun secara umum maknanya lebih dalam. Contohnya apa? Ketika salat kita diperintahkan untuk menghamba dan menunjuk kepada Allah. Allah katakan, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا (rukuklah dan sujudlah). Sujud ini lebih rendah dari rukuk. Lalu kalau orang salat bilang, “Aku mau sujud semua, enggak pakai rukuk,” enggak benar. Contoh yang lain, zikir dibandingkan dengan baca Al-Qur’an. Baca Al-Qur’an lebih afdal, tetapi ketika orang sujud, dia tidak boleh membaca Al-Qur’an, tapi dia diperintahkan untuk membaca wiridnya dalam rukuk itu, dalam sujud itu, سبحان ربي الأعلى atau yang semisalnya. Maka semua ada tempatnya, intinya begitu. Wallahu a’lam. Pelajaran panjang sekali tapi kita cukupkan di sini, mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab.
Kapan seorang makmum dianggap ketinggalan satu rakaat dari imam? Karena ada yang mengatakan ketika dia mendapatkan rukuk imam maka dia dapat satu rakaat. Tetapi ada juga yang mengatakan ketika dia mendapatkan rukuk imam tetapi tidak sempat membaca Al-Fatihah, maka dia tidak dapat satu rakaat dengan berdalil tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah. Mana yang benar? Kalau seandainya dia dapat berdiri, maka dia harus baca Al-Fatihah. Kalau dia dapat berdiri, ketika masuk dia masuk imam masih berdiri dan masih ada kesempatan dia untuk baca Al-Fatihah, maka wajib dia membaca Al-Fatihah. Tetapi ketika dia masuk dalam salat ternyata makmum sudah rukuk, maka dia harus segera rukuk bersama imam. Dan النبي صلى الله عليه وسلم menyatakan dalam Sunan Abi Daud, “من أدرك الركوع فقد أدرك الركعة” (Orang yang mendapatkan ruku’ bersama imam maka dia telah mendapatkan satu rakaat). Fatihahnya gimana? Sudah itu, sudah lewat dan itu sudah cukup dia rukuk bersama imam, dihitung intinya rukuk bersama imam. Kalau salipan bagaimana? Ini yang sering ditanyakan. Orang datang Allahu Akbar, imamnya sami’allahu liman hamidah. Ini salipan di jalan begini. Nah, ini tidak dianggap. Para fuqaha tegaskan itu. Tegaskan kalau seandainya dia masih sempat rukuk sempurna bersama imam, nah ini dapat dia.
Jika takbiratul ihram tangannya tidak sampai setara dengan bahu/telinga, apakah sah? Sah. Tadi kita sebutkan bahwa mengangkat tangan ketika takbiratul ihram itu sunah.
Apa yang dimaksud iqamah di dalam salat? Iqamah dalam salat ya itu maksudnya tadi ini, jika kamu bangun dalam salat, maksudnya akan melaksanakan, menegakkan salat itu maksudnya salatnya ya.
Mana yang lebih afdal, salat di masjid sunah namun kami sering terganggu dengan kegaduhan anak kecil yang salat di masjid, atau salat di masjid umum yang kurang di dalam amaliah sunah namun tenang ketika pelaksanaan salat berjamaah? جزاك الله خيراً. Ya yang paling afdal salat di masjid yang sunah dan tidak terganggu ya. Baik ini wallahu a’lam, tentunya dicari mana yang lebih diprioritaskan. Khusyuk dalam salat ini penting. Khusyuk dalam salat ini penting meskipun itu sunah. Kalau ada orang salat tidak khusyuk, dia kebayang-bayang ke mana gitu ke pikiran, itu salatnya sah tetapi tidak sempurna. Nah, kalau seandainya dia salat di masjid umum akan tetapi dia bisa khusyuk, enggak ada masalah selama salatnya pas. Kalau salat di masjid umum tapi akhirnya salatnya Allahu Akbar, Allahu Akbar, ini bukan hanya khusyuk ini, ini maksudnya dia pengin cepat selesai ya. Maka yang penting lihat bagaimana rukun salat yang dia dapatkan, apakah betul-betul dapat atau tidak. Dan ini sekaligus kayaknya sindiran agar orang yang punya pasukan untuk memperhatikan pasukannya, seperti itu.
Jika dalam mazhab Hanafi menganggap sunah membaca Al-Fatihah, lalu apa yang mereka baca saat berdiri sedekap? Ya bisa jadi mereka membaca Al-Fatihah, karena orang yang mengatakan sunah tidak berarti dia akan meninggalkan, ya. Kayak kita juga mengatakan bahwa Iftitah, Iftitah itu sunah, bukan berarti kita tidak baca kan, kita juga baca seperti itu.
Mengapa sejumlah orang muslim Sunni di Maroko tidak bersedekap dalam salatnya? Wallahu a’lam, tetapi Maroko tinggal seperti di Maghrib, Jazair, Libya, kebanyakan mereka menggunakan mazhab Malikiyah. Mazhab Malikiyah memang mengatakan bahwa bersedekap itu tidak, menurut mereka tidak benar. Yang afdal menurut mereka adalah sadel, sadel itu melepaskan tangan seperti ini. Tetapi ini pendapat yang lemah, ini pendapat yang lemah. Dalilnya mana? Banyak, pelajari itu fikih ibadah ya. Tapi maksudnya tidak semua orang Maroko, orang yang mau mengikuti mazhab yang sesuai dengan hadis dia tidak seperti itu. Apalagi orang Jazair, orang Libya, yang betul-betul sampai dikatakan oleh kawan-kawan kita, orang Maroko, orang Libya, orang Jazair, Albani banget sampai dikatakan seperti itu tata cara salatnya.
Baik, apakah mungkin kita jadikan satu pertemuan untuk melihat praktik salat النبي صلى الله عليه وسلم? Ya mungkin aja, mungkin aja insya Allah. Maksudnya di sini? Enggak, kalau di sini enggak, kita sudah lama ini belajar kitab salat ini.
Apakah puasa أيام البيض harus berurutan tanggal 13, 14, 15 atau boleh tidak berurutan? Kalau seandainya ada orang bisa urut, afdal. Karena ada hadisnya dikatakan, orang yang pengin puasa pada hari-hari itu hendaklah dia berpuasa 13, 14, dan 15. Tapi seandainya dia ingin menerapkan pokoknya puasa 3 hari pada setiap bulan, sah. Tidak ada apa-apa. Seperti keumuman hadis Abu Hurairah, “أوصاني خليلي صلى الله عليه وسلم بثلاث” (Aku diberi wasiat tiga hal, tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati), di antaranya puasa 3 hari setiap bulan. Itu bisa pisah-pisah pun sah. Wallahu a’lam.
Apakah ketika salat berjamaah makmum baca Al-Fatihah baik di salat jahr maupun sirr? Iya, itu yang kita jawab dan itu wallahu a’lam pendapat yang hati-hati, kita membaca Al-Fatihah.
Bagaimana hukum atau pendapat ulama dalam membuka dan membaca mushaf dalam salat bagi imam maupun makmum? Boleh membaca mushaf dalam salat, boleh. Selama tidak mengurangi kekhusyukan dia, seperti itu, tak apa-apa. Saya pernah mendengar bolehnya untuk imam dan ini pernah dinukil dari beberapa ulama salaf seperti maulanya Aisyah رضي الله عنها, dia ketika salat memegang mushaf atau siapa gitu, lupa namanya. Saya pernah mendengar bolehnya untuk imam ketika semua orang tarawih di rumahnya. Sedangkan dalam hadis “اقرأ ما تيسر من القرآن…” Oh, ini sambungan yang tadi. Iya, mau covid tidak covid boleh ya. Covid itu baru di sini aja, dulu zaman salaf belum ada covid tapi mereka sudah baca mushaf.
Jika kita selesai salat fardu dan ingin salat sunah بعدية, namun ada orang jadikan kita imam salat fardu, pertanyaan apakah kita salat dua rakaat saja atau menyempurnakan salat fardu? Jawabannya salat dua rakaat aja. Kita tetap pertahankan salat asli kita. Bahkan Syekh Muhammad Shalih al-Utsaimin رحمه الله mengatakan kita tetap tidak mengeraskan suara ya. Dia bermakmum kepada kita fadal-fadal aja, tapi kita keraskan takbirnya, kita keraskan sami’allahu liman hamidah karena ngerti ada yang ngikutin kita. Insya Allah dapat pahala jamaah dia, tetapi kita tetap menjaga agar salat kita tidak berubah seperti itu. Sebagian orang dijadikan imam juga suaranya lirih itu takbirnya itu, ini salah.
Mengenai sunah duduk istirahat, apakah disunahkan di seluruh salat atau hanya salat wajib? Memang ada sebagian ulama mengatakan bahwa ini hanya dilakukan di salat fardu, sementara sunah tidak ada apa namanya, salat, eh duduk istirahatnya. Tapi wallahu a’lam, dalilnya apa membedakan antara salat sunah dan salat fardu? Karena hukum asalnya semua tata cara salat tidak dibedakan antara fardu dan sunah. Maka para ulama mereka mengatakan Iftitah di salat malam berlaku untuk salat wajib juga. Seperti سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك ولا إله غيرك, meskipun itu adalah tata cara Iftitah salat malam, tetap di salat fardu dipakai.
Apakah ada sunah baca sesuatu setelah dengar iqamah? Sebagian ulama mengatakan iqamah itu azan, iqamah itu azan. Tidak dibedakan. Antara dua azan ada salat, berarti apa yang dilakukan disunahkan dalam azan, disunahkan juga dalam iqamah. Kita baca apa yang dibaca imam, seperti itu.
Afwan Ustaz, ketika ana wudu ana mencuci muka kemudian lupa sehingga langsung mengusap kepala, apakah ana mengulang kembali wudu ana atau langsung mencuci tangan lagi? Wallahu a’lam, kalau seandainya antum pengin hati-hati, ikut pendapat yang mewajibkan tertib dan ini afdal. Ini afdal. Ulangi aja, enggak suruh bayar kan ini. Pakai air sebanyak-banyaknya, ada masalah baru ini ya.
Salam, ini pertanyaan Timnas Indonesia kalah. Kalau pada hari Kamis malam akhirnya ada seorang membuat candaan dengan mengatakan sidang jemaah Jumat yang bersedih karena besoknya hari Jumat. Apakah termasuk استهزاء بالدين? Wallahu a’lam, ini kurang kerjaan ya.
Bagaimana cara menghitung zikir dengan jari yang sesuai dengan sunah? Ana enggak ngerti apakah pada masing-masing ruas ini ada dalilnya atau tidak, tapi yang jelas النبي صلى الله عليه وسلم menyatakan, “إنهن مسؤولات مستنطقات” (Ini jari-jari semua akan ditanya dan akan dibuat berbicara). Sehingga kalau kita menggunakannya, insya Allah ini akan berpahala. Kemudian الحافظ ابن حجر menyebutkan bahwa ketika menggunakan ini semakin banyak, maka dia akan semakin banyak pahalanya. Maka wallahu a’lam ketika seorang membaca begini, subhanallah, subhanallah, subhanallah, ini kan dipakai terus nih 1, 2, 3, 4, ini kan sampai pakai. Sementara ada orang yang menggunakan ini, الحافظ ابن حجر kayaknya mengisyaratkan itu. Beliau mengatakan ada yang menggabungkan subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar. Ini bisa dua-duanya tafsir dalam hadis Abu Hurairah. Apakah itu dibaca sendiri-sendiri, subhanallah, subhanallah, subhanallah, subhanallah sampai rampung, kemudian alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah sampai rampung, kemudian Allahu akbar, Allahu akbar. Ini otomatis menggunakan ini sampai 100 kali. Sementara ada yang menggabungkan, subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar. Ini sudah dipakai 33 kali. Nah, kata الحافظ ابن حجر, semakin banyak dipakai semakin bagus. Wallahu a’lam, apakah ada dalil secara tegas mengatakan itu, tapi ini disebutkan oleh الحافظ ابن حجر.
Tadi apa ini, apa yang dimaksud dengan العاصون sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini dan siapakah mereka itu? Maksudnya orang beriman yang telah keluar, dikatakan keluar tapi keluar dari kesesatan, wallahu a’lam seperti itu. Jadi yang dikatakan mereka adalah orang-orang yang beriman.
Jika pada salat jahr juga diwajibkan makmum baca Al-Fatihah, maka pada waktu apa dibaca Ustaz? Disebutkan pada buku-buku fikih bahwa mereka membaca ketika imam sudah selesai membaca Al-Fatihah. Karena jika seandainya imam memiliki سكتة (diam) yang banyak, maka manfaatkanlah diamnya imam itu kita untuk membaca Al-Fatihah. Kalau tidak, baca bareng imam, enggak ada masalah seperti itu.
Terakhir ini, terakhir Ustaz. Bagaimana masyarakat atau mungkin dianggap kebiasaan mengangkat tangan ketika melontarkan salam kepada orang lain yang orang tersebut jauh dari apa ini, sehingga tidak bisa berjabat tangan atau terkadang orang juga menaruh tangan di dada salam? Baik, ini bukan salam tetapi isyarat. Isyarat. Para ulama ini banyak mengatakan bahwa ketika orang di jarak jauh, bukan berarti dia mencari pengganti salam, akan tetapi dia menggabungkan antara salam dengan isyarat bahwa dia mengucapkan salam. Sehingga kalau orang di jauh, apalagi menggunakan kendaraan, dia boleh membunyikan bel, membunyikan bel, tetapi dia ucapkan salam. Tetapi bel itu bukan ganti salam. Sehingga kalau orang tidak sedang menaiki kendaraan tapi dia dari jauh mengatakan, “Assalamualaikum,” tidak ada masalah untuk ganti jabat tangan. Tapi kalau seandainya dia cuman begini saja, ini keliru kata para ulama. Tapi ini hanya untuk memberikan isyarat bahwa dia mengucapkan salam. Ini banyak ana lihat di Arab Saudi ketika mereka berpapasan, dia akan meng… seperti ini, orang sudah paham. Gini, ini ganti salam itu. Dan orang yang apa mendengar itu enggak ngerti, enggak dengar, tapi dia sudah paham ini mengucapkan salam, maka dia mengucapkan wa’alaikumsalam, seperti itu.
Ini yang dapat kita pelajari, maaf. صلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك، والحمد لله رب العالمين.