Kajian Kitabul Iman – 08, Dr. Abdullah Roy, M.A

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ1، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
Segala puji hanyalah untuk Allah, Rabbul ‘Alamin. Dialah yang memiliki nama-nama yang husna dan sifat-sifat yang mulia. Dari-Nyalah semata seluruh nikmat dan karunia. Selawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai akhir zaman.
Para ikhwah, insyaallah kita akan melanjutkan kembali pembahasan tentang Kitabul Iman yang ditulis oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, seorang imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang wafat pada tahun 235 Hijriah.
## Hadis ke-12: Iman sebagai Syarat Mutlak Masuk Surga
Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata:
حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرٍو، عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ بِشْرَ بْنَ سُحَيْمٍ الْغِفَارِيَّ يَوْمَ النَّحْرِ يُنَادِي فِي النَّاسِ بِمِنًى: أَنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا نَفْسٌ مُؤْمِنَةٌ.
Dengan sanad beliau sampai kepada Nafi’ bin Jubair, bahwasanya Rasulullah ﷺ mengutus seorang sahabat bernama Bisyr bin Suhaim al-Ghifari pada يَوْمَ النَّحْرِ (Hari Raya Kurban, 10 Zulhijah) untuk menyeru dengan suara keras di tengah-tengah manusia di Mina, “Bahwasanya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman.”
Dalam hadis ini, Nabi ﷺ mengabarkan bahwa keimanan adalah syarat mutlak untuk masuk ke dalam surga Allah, negeri kenikmatan abadi yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, maupun terbetik dalam hati manusia. Keimanan yang dimaksud adalah yang mencakup keenam rukunnya: beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik maupun yang buruk.
## Faedah dan Pelajaran dari Hadis
- Iman adalah Kunci Surga: Syarat utama untuk masuk surga adalah beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan rukun iman lainnya. Amalan sebesar apa pun tidak akan bermanfaat jika landasan keimanan seseorang rusak.
- Diharamkannya Surga bagi Orang Kafir: Konsekuensi logis dari hadis ini adalah orang-orang kafir diharamkan dari surga. Hal ini diperkuat oleh firman Allah, “إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ” (Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka). (QS. Al-Ma’idah: 72).
- Pentingnya Dakwah di Keramaian: Nabi ﷺ memanfaatkan momen berkumpulnya jamaah haji di Mina untuk menyampaikan pesan penting ini. Ini menunjukkan efektifnya metode dakwah secara massal untuk menyebarkan ilmu yang fundamental.
- Semangat Dakwah Nabi ﷺ: Beliau tidak pernah melewatkan kesempatan untuk berdakwah, baik saat berkendara, duduk bersama sahabat, maupun di tengah perjalanan.
- Prioritas Dakwah Tauhid: Bahkan pada momen Haji Wada’, haji terakhir beliau, Nabi ﷺ masih menekankan masalah keimanan dan tauhid, karena tauhid (لَا إِلَهَ إِلَّا الله) adalah cabang keimanan yang tertinggi.
- Keutamaan Para Sahabat: Allah memuliakan para sahabat sebagai generasi pertama yang menerima dan menyampaikan agama ini langsung dari Rasulullah ﷺ. Mereka adalah perantara sampainya seluruh ajaran Islam kepada kita.
## Atsar ‘Urwah ibnuz-Zubair: Pentingnya Amanah
Selanjutnya, Ibnu Abi Syaibah membawakan ucapan dari ‘Urwah ibnuz-Zubair rahimahullah:
قَالَ: لَا يَغُرَّنَّكُمْ صَلَاةُ امْرِئٍ وَلَا صِيَامُهُ، مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ صَلَّى، لَا دِينَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ.
Beliau berkata, “Janganlah kalian tertipu oleh shalatnya seseorang, jangan pula oleh puasanya. Barang siapa mau, silakan ia puasa, dan barang siapa mau, silakan ia shalat. Tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki amanah.”
Ucapan ini menegaskan bahwa amanah adalah tolok ukur keimanan yang sejati. Jangan terperdaya dengan amalan lahiriah semata seperti shalat dan puasa, karena amalan-amalan ini bisa saja dilakukan tanpa ruh keimanan yang kokoh. Namun, amanah adalah cerminan iman yang tertanam di dalam hati. Semakin besar amanah seseorang, semakin besar pula imannya. Bahkan Nabi ﷺ bersabda, “لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ” (Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah).
Amanah ini mencakup segala aspek, baik hak Allah (seperti ibadah) maupun hak sesama manusia (seperti harta, rahasia, dan tanggung jawab).
## Sesi Tanya Jawab
Pertanyaan 1: Iman itu naik dan turun. Jika seseorang meninggal dunia saat imannya sedang turun, apakah keimanannya yang pernah naik dahulu tidak bermanfaat baginya?
Jawaban: Keimanannya yang dahulu tetap bermanfaat, selama ia meninggal dunia di atas Islam dan tidak dalam keadaan kufur atau murtad. Amalannya yang lalu tetap tercatat di sisi Allah. Amalan hanya akan batal jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan murtad, sebagaimana firman Allah, “وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ” (Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka sia-sialah amal mereka di dunia dan di akhirat). (QS. Al-Baqarah: 217).
Pertanyaan 2: Bagaimana cara menyeimbangkan antara amalan batin (ikhlas) dan amalan zahir agar tidak riya dan tidak malas?
Jawaban: Kuncinya adalah teruslah beramal saleh karena itu adalah perintah, dan pada saat yang sama, berusahalah untuk ikhlas. Jika muncul was-was riya, lawanlah dan jangan berhenti beramal. Kiat yang paling utama adalah memohon pertolongan kepada Allah (isti’anah) sebelum beramal. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ” (Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah). Orang yang senantiasa memohon pertolongan Allah akan sadar bahwa keberhasilannya dalam beramal adalah murni karena taufik dari Allah, bukan karena kemampuannya sendiri. Kesadaran ini akan menjauhkannya dari sifat sombong dan riya.
## Penutup
Pada kesempatan ini, kami mengabarkan bahwa salah seorang ulama besar Ahlus Sunnah di zaman ini, Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh, Mufti ‘Am Kerajaan Saudi Arabia, telah wafat. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, merahmatinya, dan memasukkannya ke dalam surga-Nya. Wafatnya seorang ulama adalah pengingat bagi kita untuk semakin bersemangat dalam menuntut ilmu, karena Allah tidak mencabut ilmu secara sekaligus, melainkan dengan mewafatkan para ulama.
بَارَكَ اللهُ فِيكُمْ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.