Kita lanjutkan, saudaraku seiman. Kitab Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar masih membahas tentang keutamaan surah Al-Fatihah. Syekh membawakan perkataan Ibnu Qayyim.
قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ رَحِمَهُ اللهُ (Berkata al-Imam Ibnu Qayyim, semoga Allah merahmatinya):
“وَاللهِ لَا تَجِدُ مَقَالَةً فَاسِدَةً وَلَا بِدْعَةً بَاطِلَةً إِلَّا وَفَاتِحَةُ الْكِتَابِ مُتَضَمِّنَةٌ لِرَدِّهَا وَإِبْطَالِهَا بِأَقْرَبِ الطُّرُقِ وَأَصَحِّهَا وَأَوْضَحِهَا”
“Demi Allah,” kata Ibnu Qayyim, “kamu tidak akan mendapatkan suatu ucapan yang rusak atau kebidahan yang batil, kecuali Al-Fatihah telah mengandung bantahan terhadapnya dan membatalkannya dengan tata cara yang paling mudah, paling sahih, dan paling jelas.”
Karena Al-Fatihah, sebagaimana telah kita sebutkan, menyuruh kita untuk meminta hidayah kepada jalan yang lurus: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Jalan yang lurus ini milik siapa? صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat). Siapa mereka? Para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan para shalihin. Siapakah para shiddiqin, syuhada, dan shalihin itu? Tentu para sahabat adalah yang paling berhak menyandang gelar ini, karena para sahabat adalah para shiddiqin, para syuhada, dan para shalihin. Ini berarti jalan yang lurus itu hakikatnya adalah jalan Rasulullah dan para sahabatnya. Maka, semua yang tidak pernah dipahami oleh Rasulullah dan para sahabatnya secara otomatis adalah batil. Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, maka itu tertolak. Sebagaimana perkataan Hudzaifah: “كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاتْرُكُوهَا” (Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah ﷺ, maka tinggalkanlah).
Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa ketika umat Islam berpecah belah menjadi 73 golongan, beliau bersabda, “كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً” (Semua di neraka kecuali satu). Siapakah itu, wahai Rasulullah? “مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي” (Mereka yang berada di atas jalanku dan jalan para sahabatku).
Kata beliau selanjutnya: “وَلَا تَجِدُ بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْمَعَارِفِ الْإِلَهِيَّةِ وَأَعْمَالِ الْقُلُوبِ وَأَدْوِيَتِهَا مِنْ عِلَلِهَا وَأَسْقَامِهَا إِلَّا وَفَاتِحَةُ الْكِتَابِ مِفْتَاحُهُ وَدَلِيلُكَ عَلَيْهِ” (Dan kamu tidak akan menemukan satu pintu pun dari pintu-pintu makrifat ilahiah, amalan-amalan hati, serta obat-obat untuk penyakit dan kelemahannya, kecuali Al-Fatihah adalah kuncinya dan penunjukmu kepadanya).
Contohnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka dengan firman-Nya: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. Ucapan “alhamdulillah” menunjukkan amalan hati berupa pengakuan bahwa segala puji hanya milik Allah. Konsekuensinya adalah bahwa semua yang Allah berikan kepada kita adalah terpuji, baik banyak maupun sedikit. Maka, kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita memuji Allah dan yakin bahwa semua nikmat berasal dari-Nya, maka hilanglah penyakit hati berupa ‘ujub (bangga diri) dan kesombongan, karena kita yakin semua adalah milik Allah dan semua nikmat datang dari-Nya. Oleh karena itu, saudaraku seiman, jika kita betul-betul memahami Al-Fatihah, masyaallah, ia mengandung amalan hati yang luar biasa dan obat untuk penyakit hati yang luar biasa.
“وَمَا مَنْزِلًا مِنْ مَنَازِلِ السَّائِرِينَ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ إِلَّا وَبِدَايَتُهُ وَنِهَايَتُهُ فِيهَا” (Tidak ada satu kedudukan pun dari kedudukan orang-orang yang berjalan menuju Rabbul ‘alamin, kecuali permulaan dan puncaknya ada dalam surah Al-Fatihah). Hal ini karena Al-Fatihah mengandung keikhlasan yang ditunjukkan oleh firman-Nya الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, yang menunjukkan pengagungan dan syukur atas nikmat-nikmat Allah. Demikian pula rasa takut kepada Allah yang ditunjukkan oleh firman-Nya رَبِّ الْعَالَمِينَ (Tuhan semesta alam), yang menumbuhkan kedudukan khauf (rasa takut) kepada Allah. Begitu juga kedudukan raja’ (berharap) kepada Allah yang ditunjukkan oleh firman-Nya الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), yang berkonsekuensi pada harapan dan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah manazilus sa’irin (kedudukan orang-orang yang berjalan menuju Allah).
“وَاللهِ إِنَّ شَأْنَهَا أَعْظَمُ مِنْ ذَلِكَ، وَهِيَ فَوْقَ ذَلِكَ” (Demi Allah, sesungguhnya urusan surah Al-Fatihah ini lebih agung dari itu, dan ia berada di atas semua itu).
“وَمَا تَحَقَّقَ عَبْدٌ بِهَا وَاعْتَصَمَ بِهَا، وَعَقَلَ عَمَّنْ تَكَلَّمَ بِهَا وَأَنْزَلَهَا شِفَاءً تَامًّا وَعِصْمَةً بَالِغَةً وَنُورًا مُبِينًا، وَفَهِمَهَا وَفَهِمَ لَوَازِمَهَا كَمَا يَنْبَغِي، لَمْ يَقَعْ فِي بِدْعَةٍ وَلَا شِرْكٍ، وَلَمْ تُصِبْهُ أَمْرَاضُ الْقُلُوبِ إِلَّا عَارِضَةً غَيْرَ مُسْتَقِرَّةٍ” (Tidaklah seorang hamba betul-betul mendalami surah Al-Fatihah, berpegang teguh dengannya, memahami dari Siapa yang berbicara dengannya dan menurunkannya sebagai obat yang sempurna, perlindungan yang kokoh, dan cahaya yang terang, lalu ia memahaminya serta memahami konsekuensinya sebagaimana mestinya, niscaya ia tidak akan jatuh ke dalam bidah dan syirik, serta tidak akan ditimpa oleh penyakit-penyakit hati kecuali hanya melintas dan tidak menetap).
Ikhwatal Islam, saudaraku seiman rahimani wa rahimakumullah jamian. Masyaallah, ucapan Ibnu Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad ini menjelaskan betapa agungnya surah Al-Fatihah bagi mereka yang betul-betul memahaminya, mendalaminya, dan mengetahui konsekuensi-konsekuensinya.
Bab ke-15: Keutamaan Ayat Kursi, Surah Al-Ikhlas, dan Surat-Surat Lainnya
Sekarang kita masuk ke bab ke-15, yaitu فَضْلُ آيَةِ الْكُرْسِيِّ وَسُورَةِ الْإِخْلَاصِ وَسُوَرٍ أُخْرَى (Keutamaan Ayat Kursi, Surah Al-Ikhlas, dan beberapa surat yang lain).
Mengetahui keutamaan sesuatu dapat memberikan kita motivasi. Ketika kita mengetahui keistimewaan sesuatu, kita akan semangat untuk mempelajarinya dan mengamalkannya. Ibaratnya Anda menjual barang, bagaimana caranya agar konsumen mau membeli? Anda akan menyebutkan keistimewaan barang tersebut. Ketika orang tahu, “Oh, ternyata barangnya istimewa sekali,” mereka akan semangat untuk membeli. Demikian pula, para ulama menyebutkan tentang fadhilah (keutamaan) amalan dengan tujuan untuk memberikan motivasi agar kita semangat mengamalkannya.
Kata beliau, نُوَاصِلُ الْحَدِيثَ عَنْ فَضْلِ بَعْضِ سُوَرِ الْقُرْآنِ وَآيَاتِهِ (Kita lanjutkan pembicaraan kita tentang keutamaan sebagian surat-surat Al-Qur’an dan ayat-ayatnya). وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَفْضَلَ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ هِيَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ (Dan telah sahih dari Nabi ﷺ bahwa ayat Al-Qur’an yang paling utama adalah Ayat Kursi).
Kalau surat yang paling utama adalah Al-Fatihah, sebagaimana telah kita sebutkan. Adapun ayat yang paling utama dalam Al-Qur’an adalah Ayat Kursi. فَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ (Dalam Sahih Muslim dari hadis Ubay bin Ka’ab, semoga Allah meridhainya), ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “يَا أَبَا الْمُنْذِرِ، أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟” (Wahai Abul Mundzir, tahukah kamu ayat apa dalam Kitabullah yang paling agung?). قَالَ: قُلْتُ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ (Aku berkata: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu). Rasulullah ﷺ bertanya lagi, “يَا أَبَا الْمُنْذِرِ، أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟” (Wahai Abul Mundzir, tahukah kamu ayat apa dalam Kitabullah yang paling agung?). Maka sahabat ini pun menjawab dengan ijtihad beliau, yaitu firman Allah: اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ.
Maka Rasulullah ﷺ pun menepuk dada Ubay bin Ka’ab seraya berkata, “وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ” (Demi Allah, selamat atas ilmu yang telah Allah berikan kepadamu, wahai Abul Mundzir).
Mengapa Ayat Kursi menjadi ayat yang paling agung? إِنَّمَا كَانَتْ بِهَذِهِ الْمَنْزِلَةِ لِعِظَمِ مَا دَلَّتْ عَلَيْهِ مِنْ تَوْحِيدِ اللهِ وَتَمْجِيدِهِ وَحُسْنِ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ (Ayat ini memiliki kedudukan yang agung karena besarnya kandungan tauhid, pemuliaan, dan pujian terbaik kepada Allah). وَذِكْرِ نُعُوتِ جَلَالِهِ وَكَمَالِهِ (serta penyebutan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya).
Dalam Ayat Kursi ini terkandung مِنْ أَسْمَاءِ اللهِ خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ (lima nama yang agung): Allah, Al-Hayy, Al-Qayyum, Al-‘Aliyy, Al-‘Azhim.
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Dan dalam ayat ini terkandung lebih dari dua puluh sifat bagi Rabb. فَهِيَ قَدِ اشْتَمَلَتْ مِنْ ذَلِكَ عَلَى مَا لَمْ تَشْتَمِلْ عَلَيْهِ آيَةٌ أُخْرَى فِي الْقُرْآنِ (Ayat ini mengandung hal-hal yang tidak terkandung dalam ayat-ayat lain di Al-Qur’an). Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “وَلَيْسَ فِي الْقُرْآنِ آيَةٌ وَاحِدَةٌ تَضَمَّنَتْ مَا تَضَمَّنَتْهُ آيَةُ الْكُرْسِيِّ” (Tidak ada dalam Al-Qur’an satu ayat pun yang kandungannya selengkap kandungan Ayat Kursi). “وَإِنَّمَا ذَكَرَ اللهُ فِي أَوَّلِ سُورَةِ الْحَدِيدِ وَآخِرِ سُورَةِ الْحَشْرِ عِدَّةَ آيَاتٍ لَا آيَةً وَاحِدَةً” (Adapun yang Allah sebutkan di awal surah Al-Hadid dan di akhir surah Al-Hasyr adalah beberapa ayat, bukan satu ayat).
Coba kita lihat sifat-sifatnya:
- اللَّهُ mempunyai makna ذُو الْأُلُوهِيَّةِ (Pemilik uluhiyah).
- لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ (Tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Dia), menunjukkan sifat ilahiyah dan bahwa satu-satunya ilah yang berhak diibadahi hanyalah Allah.
- الْحَيُّ (Yang Maha Hidup), menunjukkan sifat hidup yang sempurna.
- الْقَيُّومُ (Yang Maha Berdiri Sendiri), menunjukkan sifat qayyumiyah, di mana Allah berdiri sendiri dalam mengurus makhluk-makhluk-Nya dan tidak butuh bantuan siapa pun. Sifat ini juga menunjukkan bahwa Allah Maha Kaya.
- لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ (Dia tidak ditimpa kantuk) وَلَا نَوْمٌ (dan tidak pula tidur), menunjukkan kesempurnaan hidup-Nya. Manusia hidup tetapi butuh tidur, yang menunjukkan kelemahan hidup manusia karena ditimpa kelelahan, sedangkan kehidupan Allah tidak ditimpa kantuk dan tidur, menandakan kesempurnaan hidup-Nya.
- لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ (Milik-Nya lah apa yang ada di langit dan di bumi), menunjukkan sifat kepemilikan yang sempurna.
- مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ (Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya?), menunjukkan bahwa syafaat hanyalah milik Allah, dan siapa pun yang hendak memberi syafaat wajib mendapat izin-Nya. Ini juga menunjukkan sifat Allah yang memberi izin.
- يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِihِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ (Allah mengetahui apa yang di depan dan di belakang mereka), menunjukkan kesempurnaan ilmu Allah.
- وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ (Sementara mereka (manusia) tidak bisa meliputi ilmu Allah sedikit pun kecuali dengan apa yang Allah kehendaki), menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah dan betapa sedikitnya ilmu manusia.
- وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ (Kursi-Nya meliputi langit dan bumi), menunjukkan betapa besarnya Allah. Karena makhluk-Nya saja yang bernama Kursi lebih luas daripada langit dan bumi. Alam semesta ini sangat luas; penelitian NASA menyebutkan adanya miliaran galaksi, dan kita berada di galaksi Bima Sakti. Ternyata kursi Allah lebih luas dari semua itu, dan kursi Allah jika dibandingkan dengan ‘Arsy-Nya sangatlah kecil. Makhluk-Nya yang paling besar adalah ‘Arsy. Bukankah ini menunjukkan kebesaran Penciptanya?
- وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا (Allah tidak merasa lelah menjaga keduanya), menunjukkan kesempurnaan kekuatan Allah. Sangat mudah bagi Allah menjaga langit dan bumi.
- وَهُوَ الْعَلِيُّ (Dia Maha Tinggi), menunjukkan sifat ketinggian, baik tinggi Dzat-Nya, kedudukan-Nya, maupun kekuasaan-Nya.
- الْعَظِيمُ (Yang Maha Agung), menunjukkan kebesaran-Nya, di mana Allah Maha Besar dan tidak ada yang lebih besar dari-Nya.
Bayangkan, saudaraku seiman, sifat-sifat yang terkandung di dalam Ayat Kursi ini. Siapa pun yang merenungkannya, masyaallah. وَلِهَذَا كَانَ مِنْ فَضْلِ هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ أَنَّ مَنْ قَرَأَهَا فِي لَيْلَةٍ لَمْ يَزَلْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ حَافِظٌ (Oleh karena itu, di antara keistimewaan ayat ini adalah siapa yang membacanya di malam hari, maka Allah akan terus menjaganya), وَلَا يَقْرَبُهُ شَيْطَانٌ حَتَّى يُصْبِحَ (dan setan tidak akan mendekatinya sampai pagi hari).
Sebagaimana disebutkan dalam Sahih Bukhari dari hadis Abu Hurairah yang panjang, di mana Abu Hurairah ditugaskan oleh Rasulullah ﷺ untuk menjaga zakat fitrah. Saat ia sedang berjaga malam, datanglah seorang pencuri mengambil makanan dari zakat fitrah itu. Abu Hurairah menangkapnya, namun orang itu memohon belas kasihan, mengaku miskin dan punya banyak tanggungan. Abu Hurairah merasa kasihan dan melepaskannya.
Pagi harinya, Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abu Hurairah, “مَا فَعَلْتَ بِأَسِيرِكَ الْبَارِحَةَ؟” (Apa yang kamu lakukan terhadap tawananmu semalam?). Abu Hurairah menjawab bahwa ia melepaskannya karena kasihan. Rasulullah ﷺ berkata, “Nanti malam dia akan datang lagi.” Benar saja, malam berikutnya ia datang lagi, ditangkap, lalu memohon belas kasihan lagi dan dilepaskan. Pagi harinya, Rasulullah ﷺ kembali bertanya dan berkata, “Nanti malam dia akan datang lagi.”
Malam ketiga, Abu Hurairah bertekad tidak akan melepaskannya. Pencuri itu datang lagi dan ditangkap. Kali ini, pencuri itu berkata, “Wahai Abu Hurairah, maukah aku ajarkan bacaan yang jika kamu baca sebelum tidur, kamu akan dijaga oleh Allah sampai pagi hari dan setan tidak akan mendekatimu? Bacalah Ayat Kursi.” Abu Hurairah pun melepaskannya.
Pagi harinya, Abu Hurairah melapor kepada Rasulullah ﷺ. Apa kata Rasulullah ﷺ? “صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ” (Kali ini dia benar, padahal ia seorang pendusta). Rasulullah ﷺ lalu bertanya, “Tahukah kamu siapa yang datang selama tiga malam berturut-turut itu?” Abu Hurairah menjawab tidak tahu. Rasulullah ﷺ bersabda, “Itu adalah setan.” Jadi, memang ada setan yang suka mencuri. Di zaman Rasulullah ﷺ pun ada.
Ikhwatal Islam, saudaraku seiman, dari sini setan sendiri yang berkata kepada Abu Hurairah, “Maukah aku ajarkan bacaan yang jika kamu baca sebelum tidur, kamu akan terlindung dari setan sampai pagi hari?” Dan Rasulullah ﷺ membenarkannya. Hadis ini juga memberikan faedah penting: kita harus menerima kebenaran dari siapa pun selama itu benar, bahkan jika yang mengucapkannya adalah setan. Namun, menuntut ilmu tidak boleh kepada sembarang orang. Menuntut ilmu harus kepada orang yang akidahnya lurus, manhajnya benar, dan ilmunya mumpuni. Adapun menerima kebenaran, jika ada orang yang menasihati kita dan itu benar, maka kita terima.
Ini menunjukkan bahwa orang yang membaca Ayat Kursi sebelum tidur akan dijaga oleh Allah sampai pagi. Lalu bagaimana dengan hadis: “إِذَا نَامَ أَحَدُكُمْ عَقَدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِهِ ثَلَاثَ عُقَدٍ” (Apabila salah seorang dari kalian tidur, setan akan mengikat bagian belakang kepalanya dengan tiga ikatan). Setiap ikatan, ia meniup sambil berkata: “نَمْ، عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ” (Tidurlah, malammu masih panjang). “فَإِنِ اسْتَيْقَظَ وَذَكَرَ اللهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ” (Jika ia bangun dan berzikir, terlepaslah satu ikatan). “فَإِنْ تَوَضَّأَ” (Jika ia berwudu, lepas satu ikatan lagi). “فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقَدُهُ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ” (Jika ia shalat, lepaslah semua ikatannya, sehingga di pagi hari ia menjadi semangat dan jiwanya baik). Para ulama menjelaskan bahwa orang yang membaca Ayat Kursi sebelum tidur dikecualikan dari hal ini; ia tidak akan diikat karena setan tidak bisa mendekatinya. Ini menunjukkan betapa luar biasa keutamaan membaca Ayat Kursi.
وَمِنْ فَضْلِهَا مَا ثَبَتَ فِي سُنَنِ النَّسَائِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ يَمُوتَ” (Di antara keutamaannya adalah apa yang telah sahih dalam Sunan An-Nasa’i dan lainnya dari hadis Abu Umamah bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Siapa yang membaca Ayat Kursi setelah setiap shalat wajib, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian”). Maksudnya, لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا الْمَوْتُ (tidak ada penghalang antara dirinya dan surga kecuali kematian). Ini bagi mereka yang setelah selesai shalat berzikir, kemudian membaca Ayat Kursi.
Berkata Ibnu Qayyim, “بَلَغَنِي عَنْ شَيْخِنَا أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةَ أَنَّهُ قَالَ: مَا تَرَكْتُهَا عَقِيبَ كُلِّ صَلَاةٍ” (Telah sampai kepadaku dari Syaikh kami, Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah, bahwa beliau berkata: ‘Aku tidak pernah meninggalkan (membaca Ayat Kursi) setelah setiap shalat wajib'”).
Keutamaan Surah Al-Ikhlas
Sekarang beliau menyebutkan tentang تَفْضِيلُ سُورَةِ الْإِخْلَاصِ (keutamaan surah Al-Ikhlas). Telah sahih dari Nabi ﷺ tentang keutamaan surah Al-Ikhlas, yaitu:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
وَأَنَّهَا تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ (Dan bahwasanya surah Al-Ikhlas itu sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an).
فَفِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ “قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ” يُرَدِّدُهَا (Dalam Sahih Bukhari dari hadis Abu Sa’id al-Khudri, ada seorang laki-laki mendengar seseorang membaca “Qul huwallahu ahad” berulang-ulang). Orang ini membaca Al-Ikhlas dan mengulang-ulangnya dalam shalat tahajudnya. فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا (Ketika pagi hari, ia datang kepada Rasulullah ﷺ dan menyebutkan hal itu, seakan-akan ia meremehkannya).
Apa kata Rasulullah ﷺ? “وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ” (Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surah Al-Ikhlas itu sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an). Subhanallah.
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabatnya: “أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ؟” (Apakah salah seorang dari kalian merasa lemah untuk membaca sepertiga Al-Qur’an dalam semalam?). فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ (Hal itu terasa berat bagi mereka). Para sahabat merasa berat, “Satu malam sepertiga Al-Qur’an? Itu 10 juz.” وَقَالُوا: أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ (Mereka berkata: “Siapa di antara kami yang mampu melakukan itu, wahai Rasulullah?”). Rasulullah ﷺ bersabda: “اللهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ” (Allah Al-Wahid Ash-Shamad—maksudnya surah Al-Ikhlas—adalah sepertiga Al-Qur’an).
Mengapa surah Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an? وَأَهْلُ الْعِلْمِ قَدْ تَكَلَّمُوا فِي بَيَانِ وَجْهِ كَوْنِ هَذِهِ السُّورَةِ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ (Para ulama telah menjelaskan mengapa surah ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an), وَذَكَرُوا فِي ذَلِكَ أَجْوِبَةً عَدِيدَةً (dan mereka menyebutkan beberapa jawaban). Namun, yang paling bagus adalah yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dari Abul ‘Abbas bin Suraij, yang berkata: مَعْنَاهُ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ (Maknanya, Al-Qur’an diturunkan dalam tiga bagian besar): ثُلُثٌ مِنْهَا أَحْكَامٌ، وَثُلُثٌ مِنْهَا وَعْدٌ وَوَعِيدٌ، وَثُلُثٌ مِنْهَا الْأَسْمَاءُ وَالصِّفَاتُ (sepertiganya tentang hukum-hukum, sepertiganya tentang janji (surga) dan ancaman (neraka), dan sepertiganya lagi tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah). وَهَذِهِ السُّورَةُ جَمَعَتِ الْأَسْمَاءَ وَالصِّفَاتِ (Dan surah Al-Ikhlas ini mencakup pembahasan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah). Inilah penjelasannya.
Berkata Syaikhul Islam, “وَإِذَا كَانَتْ “قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ” تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ، لَمْ يَلْزَمْ مِنْ ذَلِكَ أَنَّهَا أَفْضَلُ مِنَ الْفَاتِحَةِ، وَلَا أَنَّهُ يُكْتَفَى بِتِلَاوَتِهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ عَنْ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ” (Apabila surah Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an, tidak berarti surat ini lebih utama dari Al-Fatihah, dan tidak berarti membaca tiga kali sudah cukup menggantikan membaca seluruh Al-Qur’an). Apakah pahalanya sama dengan orang yang membaca 30 juz? Tidak juga.
Kata beliau, “بَلِ السَّلَفُ كَانُوا يَكْرَهُونَ أَنْ يُقْرَأَ الْقُرْآنُ كُلُّهُ إِلَّا مَرَّةً وَاحِدَةً كَمَا كُتِبَتْ فِي الْمُصْحَفِ” (Bahkan para salaf terdahulu tidak menyukai jika Al-Qur’an dibaca seluruhnya kecuali (setiap suratnya dibaca) sekali saja sebagaimana tertulis dalam mushaf). Artinya, jika Anda mengkhatamkan Al-Qur’an, saat sampai di surah Al-Ikhlas, cukup baca sekali, tidak perlu tiga kali. “فَإِنَّ الْقُرْآنَ يُقْرَأُ كَمَا كُتِبَ فِي الْمُصْحَفِ لَا يُزَادُ فِيهِ وَلَا يُنْقَصُ مِنْهُ” (Karena Al-Qur’an dibaca sesuai yang tertulis dalam mushaf, tidak ditambah dan tidak dikurangi).
“وَلَكِنْ إِذَا قُرِئَتْ “قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ” مُفْرَدَةً ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ قِرَاءَةِ ثُلُثِ الْقُرْآنِ، لَكِنْ لَا يَكُونُ مِنْ جِنْسِهِ” (Akan tetapi, jika surah Al-Ikhlas dibaca secara terpisah (bukan dalam rangka mengkhatamkan) sebanyak tiga kali, ia mendapatkan pahala yang sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an, namun tidak sama jenisnya). Kata “sebanding” tidak bisa disamakan persis dengan pahala orang yang membaca 10 juz. Perbandingannya adalah dari sisi makna, karena isi Al-Qur’an terbagi menjadi tiga pembahasan besar.
Kemudian kata beliau, ثُمَّ إِنَّ الْأَحَادِيثَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى ذِكْرِ فَضَائِلِ السُّوَرِ وَثَوَابِ مَنْ قَرَأَهَا (hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan surat-surat Al-Qur’an dan pahala orang yang membacanya) itu banyak. وَجُمْلَةٌ مِنْهَا لَا تَخْلُو مِنْ ضَعْفٍ (Dan banyak di antaranya yang tidak luput dari kelemahan), بَلْ إِنَّ فِيهَا مَا هُوَ كَذِبٌ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (bahkan ada yang merupakan kedustaan atas nama Rasulullah ﷺ). وَلِذَا فَإِنَّهُ يَتَأَكَّدُ عَلَى الْمُسْلِمِ تَحَرِّي الصَّحِيحِ مِنْ ذَلِكَ (Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang muslim untuk meneliti mana hadis yang sahih dan mana yang lemah) dengan cara bertanya kepada ahlinya.
Berkata Ibnu Qayyim dalam kitab beliau, Al-Manar Al-Munif fis Shahih wad Dha’if: “وَمِنْهَا الْأَحَادِيثُ الْمَوْضُوعَةُ فِي فَضَائِلِ السُّوَرِ يَقْرَأُ سُورَةً سُورَةً مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ، ذَكَرَهَا الثَّعْلَبِيُّ وَالْوَاحِدِيُّ فِي أَوَّلِ كُلِّ سُورَةٍ وَالزَّمَخْشَرِيُّ فِي آخِرِهَا. قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: أَظُنُّ الزَّنَادِقَةَ وَضَعُوهَا” (Di antara hadis-hadis palsu adalah yang menyebutkan keutamaan surat-surat Al-Qur’an satu per satu, dari awal hingga akhir. Hadis-hadis ini disebutkan oleh Ats-Tsa’labi, Al-Wahidi, dan Az-Zamakhsyari. Abdullah bin Mubarak berkata: “Saya menduga orang-orang zindik yang membuatnya”).
Ada seorang perawi yang mengaku bahwa dialah yang membuat hadis tentang keutamaan surat-surat Al-Qur’an. Orangnya saleh dan ahli ibadah, namun bodoh. Dia mengira boleh membuat hadis jika tujuannya untuk kebaikan. Motivasinya adalah karena melihat orang-orang sibuk mengkaji kitab mazhab dan berpaling dari Al-Qur’an, lalu ia membuat hadis-hadis palsu itu agar orang semangat membaca Al-Qur’an. Tujuannya benar, tetapi caranya salah dengan berdusta atas nama Rasulullah ﷺ.
Kata beliau, “وَالَّذِي صَحَّ فِي أَحَادِيثِ السُّوَرِ…” (Adapun yang sahih tentang keutamaan hadis-hadis surat…).