Kajian Kitabul Iman – 10: Ziyadatul Iman wa Nuqsanuh

Transkrip Kajian Kitabul Iman: Ziyadatul Iman wa Nuqsanuh
Karya: Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah
Pembukaan dan Matan Atsar
نعم، بسم الله، أحسن الله إليكم. والصلاة والسلام على آله أجمعين. أما بعد. اللهم اغفر لأستاذنا وللمشايخ والحاضرين وجميع المسلمين. قال المؤلف رحمه الله تعالى: بسم الله الرحمن الرحيم.
قال حدثنا وكيع، قال حدثنا هشام بن عروة، حدثنا عفان… أحسن الله إليكم… قال حدثنا عفان، قال حدثنا حماد بن سلمة، عن أبي جعفر الخطمي، عن عمير بن حبيب بن خماشة رضي الله عنه أنه قال: الإيمان يزيد وينقص. فقيل له: فما زيادته ونقصانه؟ قال: إذا ذكرنا ربنا وعظمناه وخشيناه فذلك زيادته، وإذا غفلنا ونسينا وضيعنا فذلك نقصانه.
Muqaddimah
نعم، بسم الله الرحمن الرحيم. إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين وسلم تسليما كثيرا. أما بعد.
Para ikhwah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebanyak-banyaknya, yang telah banyak memberikan nikmat dan juga karunia; baik kenikmatan yang berkaitan dengan hidayah kepada jalan yang lurus, kepada dinul haq (agama yang benar), maupun kenikmatan-kenikmatan dunia yang tidak henti-hentinya Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita semuanya.
Masih kita bersama Kitabul Iman yang ditulis oleh Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah. Dan pada kesempatan yang telah lalu, kita membaca bersama atsar dari seorang salaf yang menunjukkan bahwa amanah adalah termasuk bagian dari iman. Dan memang Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah di dalam kitab ini menyebutkan dalil-dalil, atsar-atsar yang berkaitan dengan iman. Karena di sana ada aliran-aliran, firqah-firqah yang menyimpang di dalam masalah al-iman. Ada yang mengatakan bahwasanya iman tidak bertambah, tidak berkurang. Ada yang mengatakan bahwasanya amalan bukan termasuk iman, dan cukuplah seseorang dinamakan beriman ketika dia meyakini di dalam hatinya atau diucapkan dengan lisannya.
Maka seorang thalibul ilm (penuntut ilmu) seharusnya dia mempelajari akidah yang sahihah dan membaca langsung bagaimana dahulu para salaf, para sahabat Radhiallahu Ta’ala Anhum, para tabiin, mereka menjelaskan kepada kita tentang masalah al-iman ini. Di sini beliau menyebutkan atsar dari Umair Ibnu Habib Ibnu Khumasyah:
أنه قال: الإيمان يزيد وينقص
(Bahwasanya beliau berkata: Iman bertambah dan juga berkurang).
Ini adalah bantahan kepada orang-orang Murji’ah yang mengatakan bahwasanya iman tidak bertambah dan juga tidak berkurang, dan mengatakan bahwasanya imannya pelaku maksiat sama dengan imannya Jibril Alaihissalam. Beliau mengatakan: الإيمان يزيد وينقص (Iman itu bertambah dan juga berkurang).
فقيل: فما زيادته ونقصانه؟
(Maka ada yang bertanya kepada beliau: Apa yang dimaksud dengan bertambahnya iman dan apa yang dimaksud dengan berkurangnya iman?)
Kapan seseorang bertambah keimanannya? Dan kapan seseorang berkurang keimanannya? Karena seseorang yang mengetahui tentang keutamaan iman—dan bahwasanya iman adalah sebab kebahagiaan seseorang di dunia maupun di akhirat, dan mengetahui bahwasanya tidak mungkin masuk ke dalam surga kecuali orang yang beriman—maka tentunya ketika dia mendengar الإيمان يزيد وينقص (iman bisa bertambah dan juga bisa berkurang), dia bersemangat untuk menambah keimanannya. Dia khawatir, takut apabila keimanan yang merupakan modal dia untuk bahagia di dunia dan juga di akhirat ini berkurang dan berkurang. Dan bisa saja keimanan tersebut hilang dari seseorang, ونعوذ بالله من ذلك (dan kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut).
Penjelasan Bertambah dan Berkurangnya Iman
Beliau mengatakan: الإيمان يزيد وينقص (Iman itu bisa bertambah dan juga berkurang). Bagaimana bertambahnya dan bagaimana berkurangnya?
قال: إذا ذكرنا ربنا
(Beliau berkata: Apabila kami mengingat Rabb kami).
Mengingat Allah dan mengingat kebesaran-Nya, dan mengingat bahwasanya Dialah yang menciptakan segala sesuatu, dan Dialah yang Mahamampu untuk melakukan segala sesuatu, dan Dialah yang mendatangkan manfaat menolak mudarat. Dan di tangan-Nyalah perbendaharaan dunia dan juga akhirat. Apabila kami mengingat Rabb kami, وخشيناه (dan apabila kami takut kepada-Nya), فذلك زيادته (maka yang demikian adalah bertambahnya keimanan kami).
Ini menunjukkan bahwasanya di antara hal yang menambah keimanan seseorang, aya ayuhal ikhwah, adalah mengingat Allah. Ketika antum dalam keadaan futur, dalam keadaan tidak seperti di awal antum datang, mulai ada di sana rasa malas, mulai ada di sana keinginan-keinginan yang tidak baik, maka seseorang segera mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segera dia mengingat Rabb-Nya. Jangan dia membiarkan dirinya dalam keadaan terlena mengikuti bisikan setan yang senantiasa berusaha untuk menjauhkan manusia dari mengingat Allah. Lawan hawa nafsu antum, bisikan-bisikan tersebut, dan segeralah untuk mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengingat tentang kebesaran-Nya, dan Dialah yang melihat segala sesuatu, mengetahui segala sesuatu, dan Dialah yang menulis amalan para hamba; yang baik maupun yang buruk.
Dan semuanya kita akan kembali kepada Allah. Tinggal masing-masing menunggu ajalnya saja. Dan ajal tersebut sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang selamanya tinggal di sini. إنا لله وإنا إليه راجعون (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali). Kita semuanya adalah milik Allah dan kita semuanya akan kembali kepada Allah, dan masing-masing akan ditanya tentang amalannya, tentang umurnya, tentang ketaatannya.
إذا ذكرنا ربنا وخشيناه (Apabila kami mengingat Rabb kami dan kami takut kepada-Nya), maka itulah tambahnya keimanan kami. Karena mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takut kepada Allah ini adalah bagian dari ketaatan. Itu adalah termasuk amalan hati. Dan bisa juga zikir ini masuk di dalam amalan lisan, karena zikir kepada Allah itu bertingkat-tingkat (darajat).
- Ada orang yang berzikir kepada Allah dengan hatinya saja.
- Ada orang yang berzikir kepada Allah dengan lisannya dan juga dengan hatinya. Mengatakan: سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله، ولا حول ولا قوة إلا بالله (Mahasuci Allah, Segala puji bagi Allah, Tiada Tuhan selain Allah, Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah).
Dia ucapkan dengan lisannya dan dia yakini di dalam hatinya. Maka semuanya dinamakan dengan zikir. إذا ذكرنا ربنا وخشيناه. Dan khasyah (rasa takut) adalah termasuk amalan hati.
فلا تخشوهم واخشوني
(Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kalian kepada-Ku — QS. Al-Baqarah: 150).
Dan secara umum ucapan ini menunjukkan tentang keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah bahwa yang namanya ketaatan itu menambah keimanan. Yang namanya ketaatan itu menambah keimanan. Dan ketaatan terkadang berupa amalan hati, terkadang berupa amalan lisan, atau juga amalan perbuatan. Semuanya adalah sebab bertambahnya iman.
Kemudian beliau mengatakan:
وإذا غفلنا ونسينا وضيعنا
(Dan sebaliknya, apabila kami lalai, lupa, dan menyia-nyiakan).
Ada waktu di mana seseorang tidak ingat Rabb-Nya. Yang dia ingat adalah selain Allah; yang dia ingat dunia, yang dia ingat adalah permainan, yang dia ingat adalah makanan. غفلنا (Kami lalai). Terkadang kami dalam keadaan ghaflah, dalam keadaan lalai, tidak mengingat Allah. ونسينا (Dan kami lupa), yaitu lupa kepada Allah. Dan ini keadaan kita semuanya. Ingatnya kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih sedikit daripada lupanya kita kepada Allah. Padahal di dalam mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala di situlah ada ketenangan bagi seorang yang beriman.
الذين آمنوا وتطمئن قلوبهم بذكر الله
(Orang-orang yang beriman dan tenang hati mereka dengan mengingat Allah — QS. Ar-Ra’d: 28).
ألا بذكر الله تطمئن القلوب
(Ketahuilah bahwasanya dengan mengingat Allah hati-hati akan menjadi tenang — QS. Ar-Ra’d: 28).
Tapi banyak di antara kita keadaannya adalah seperti yang disebutkan di sini: غفلنا ونسينا. Kita lalai dan kita banyak lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal di situlah ketenangan orang yang beriman seharusnya. وضيعنا (Dan kami menyia-nyiakan). Menyia-nyiakan kewajiban, menyia-nyiakan perkara yang mustahab (disunnahkan).
Menyia-nyiakan kewajiban seperti meninggalkan kewajiban salat lima waktu atau melakukan salat berjamaah (sebagaimana ini adalah pendapat sebagian ulama). Atau menyia-nyiakan perkara yang mustahab, menyia-nyiakan perkara-perkara yang disunnahkan, padahal sudah tahu bahwasanya itu adalah besar pahalanya. Sehingga dia pun tinggalkan salat malam, padahal ini adalah ciri orang-orang yang saleh sejak zaman dahulu. Yang namanya orang yang saleh, kebiasaan mereka adalah melakukan salat malam.
تتجافى جنوبهم عن المضاجع يدعون ربهم خوفا وطمعا ومما رزقناهم ينفقون
(Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan — QS. As-Sajdah: 16).
Dia tinggalkan salat rawatib, padahal dia tahu bahwasanya salat rawatib ini adalah salat yang menyempurnakan salat lima waktu. Yang pertama kali akan dihisab di hari kiamat adalah salat seseorang. Apabila salatnya baik, maka yang lainnya bisa dipastikan baik. Apabila salatnya tidak baik, maka yang lainnya bisa dipastikan tidak baik. Dan di antara yang menyempurnakan salat seseorang adalah melakukan salat rawatib 12 rakaat. Tapi banyak di antara kita yang menyia-nyiakan salat sunnah ini. Berpuasa Senin-Kamis, atau puasa Nabi Daud, atau puasa 3 hari setiap bulannya yang sebenarnya kita mampu untuk melakukannya, dan justru itulah yang akan menambah keimanan kita, menambah semangat kita. Lebih banyak di antara kita yang menyia-nyiakan perkara-perkara yang sunnah tersebut. وضيعنا (Dan kami menyia-nyiakan).
فذلك نقصانه
(Maka yang demikian adalah berkurangnya keimanan kami).
Ketika kita sudah banyak lalai dan melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka akan berkurang keimanan kita. Oleh karena itu, maka seseorang yang mengetahui bahwa iman ini adalah perkara yang paling penting di dalam kehidupannya—lebih penting daripada air, lebih penting daripada oksigen yang setiap waktu kita menghirupnya—maka hendaklah dia berusaha untuk melakukan perkara-perkara yang menambah keimanan dia, dan waspada jangan sampai dia melakukan perkara-perkara yang bisa mengurangi keimanannya.
Faedah dari Atsar Umair bin Habib
Di antara faedah yang bisa kita ambil dari atsar yang mulia ini:
- Atsar ini menunjukkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah bahwa iman bertambah dan juga berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
- Bahwasanya rasa takut kepada Allah dan mengingat Allah ini termasuk di antara yang menambah keimanan.
- Bahwa lalai dan lupa kepada Allah ini menjadi sebab turunnya keimanan seseorang.
- Pentingnya seseorang senantiasa mengawasi dirinya sendiri. Yang bisa mengawasi keimanan yang ada dalam diri antum, ya antum sendiri. Yang tahu kapan iman antum bertambah dan kapan iman antum berkurang adalah diri antum sendiri. Maka termasuk pemahaman yang dimiliki oleh seorang hamba ketika dia mengetahui kapan imannya berkurang dan kapan imannya bertambah. Artinya, kalau dia berkurang, ya segera dia menambahnya. Jangan sampai dia membiarkan iman tersebut berkurang, mengecil dan mengecil sampai akhirnya—نعوذ بالله من ذلك—tidak tersisa sedikit pun keimanan di dalam hati seseorang.
Biografi Rawi
Kemudian di antara rawi yang disebutkan di sini adalah guru dari Ibnu Abi Syaibah. Beliau adalah عفان (Affan). عفان بن مسلم الصفار (Affan Ibnu Muslim Ash-Shaffar), seorang yang tsiqah, meriwayatkan atsar ini dari Hammad ibn Salamah. Dan dia juga seorang yang tsiqah, dari Abi Ja’far Al-Khathmi—dan dia adalah Yazid Ibnu Abdillah Al-Khathmi—dari bapaknya yaitu Abdullah Al-Khathmi, dari kakeknya Umair Habib ibni Khumasyah. Dan beliau adalah seorang tabi’i dan termasuk penduduk Madinah. Dan dikenal Umair ibn Habib ini dengan ucapan-ucapan beliau di dalam masalah akidah atau di dalam masalah keimanan.
Atsar Abdullah Ibnu Umar: Doa Memohon Ketetapan Iman
قال حدثنا ابن نمير، عن سفيان، عن عبيد الله، عن نافع، عن ابن عمر رضي الله عنهما: أنه كان يقول: اللهم لا تنزع مني الإيمان كما أعطيتنيه.
Kemudian beliau mendatangkan atsar dari Abdullah ibn Umar, putra dari Umar bin Khattab Radhiallahu Ta’ala Anhu. Bahwasanya beliau mengatakan berdoa kepada Allah:
اللهم لا تنزع مني الإيمان كما أعطيتنيه
(Ya Allah, janganlah Engkau cabut dariku keimanan sebagaimana Engkau telah memberikannya kepadaku).
Beliau takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dia tahu bahwasanya seseorang beriman karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan keimanan tersebut. Dan seseorang kafir tidak memiliki keimanan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah yang menghilangkan keimanan tersebut dari dirinya.
من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له
(Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk).
Allah Subhanahu wa Ta’ala Dialah yang memberikan hidayah dan Dialah yang menyesatkan. Dialah yang menjadikan seseorang beriman dan Dialah yang menjadikan seseorang kafir. Kalau demikian, maka kita sebagai seorang hamba yang lemah tentunya takut kepada Allah. Jangan sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki pada diri kita kesesatan, menghendaki pada diri kita kekufuran. Kalau sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kekufuran pada diri seseorang, maka tidak ada yang bisa menolaknya. Tidak ada yang bisa menyelamatkan kita.
Bagaimana jalan keluarnya? Ya, kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertadharru’ (merendahkan diri) di hadapan Allah seperti yang dilakukan oleh Abdullah Ibnu Umar di sini. Dan beliau adalah seorang ulama para sahabat, dikenal dengan keilmuannya, keimanannya. Namun bukan berarti kemudian beliau merasa aman dari kesesatan, merasa aman dari kekufuran. Justru semakin besar keimanan seseorang, semakin takut apabila dia dijauhkan dari keimanan tersebut. Beliau berdoa kepada Allah dan di antara doanya: اللهم لا تنزع مني الإيمان (Ya Allah, janganlah Engkau ambil dariku keimanan).
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah yang mengambil sebagaimana Dialah yang memberi. كما أعطيتنيه (Sebagaimana Engkau, Engkaulah yang telah memberikan kepadaku iman). Maksudnya bagaimana? Sebagaimana Engkau ya Allah yang telah memberikan karunia, yang telah menancapkan keimanan di dalam diriku. Kita tidak pernah melihat Allah, tapi kita percaya Allah Subhanahu wa Ta’ala Dia ada. Dan percaya bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan kita, dan percaya bahwasanya Dialah yang memberikan rezeki, mengatur seluruh alam semesta. Alhamdulillah di dalam diri kita ada keyakinan-keyakinan tersebut dan tidak ada sedikit pun keraguan di dalam diri kita masing-masing. Siapa yang memberi? Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa yang menjauhkan keraguan-keraguan tersebut dari diri kita? Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka seseorang khawatir apabila nikmat yang besar tersebut diambil dari seseorang. Dan itu bukan sesuatu yang sulit bagi Allah. Mungkin saja seseorang:
يصبح مؤمنا ويمسي كافرا، أو يمسي مؤمنا ويصبح كافرا
(Dia masuk pagi bangun dalam keadaan beriman, tiba-tiba di waktu sore dia sudah dalam keadaan tidak memiliki keimanan sedikit pun di dalam hatinya).
Mungkin, bukan sesuatu yang mustahil bagi Allah. Dan mungkin saja seseorang memasuki waktu sore dalam keadaan dia beriman, ternyata di waktu pagi dia sudah tidak mendapatkan keimanan di dalam hatinya. Sesuatu yang mungkin saja terjadi. Maka seseorang khawatir dan kekhawatiran tersebut diiringi dengan doa mengatakan: اللهم لا تنزع مني الإيمان كما أعطيتنيه (Ya Allah, janganlah Engkau ambil dariku keimanan sebagaimana Engkau telah memberikan kepadaku keimanan tersebut).
Para ikhwan yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan bahwasanya seorang muslim senantiasa bagaimanapun keadaannya—meskipun dia mungkin seorang penuntut ilmu atau dia adalah seorang ustaz atau dia adalah seorang ulama sekalipun—maka dia tidak henti-hentinya meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keimanan, meminta kepada Allah supaya ditetapkan di atas iman. Jangankan kita, jangankan Ibnu Umar; Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dahulu di antara doa yang sering beliau baca—bahkan beliau baca ketika sujud, keadaan yang mustajab seseorang untuk berdoa kepada Allah—di antara doa yang sering beliau baca adalah:
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
(Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).
Ini sering dibaca oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Karena Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Muqallibul Qulub. Dan hati kita sebagaimana disebutkan dalam hadis, ada di antara dua jari, di antara jari-jari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يقلبها كيف يشاء
(Allah membolak-balikkan hati tersebut sesuai dengan yang Dia kehendaki).
Faedah dari Atsar Ibnu Umar
Di antara faedah yang bisa kita ambil:
- Iman adalah pemberian dari Allah. Bukan didapatkan iman hanya sekedar seseorang memiliki kekuatan atau dia memiliki kekayaan atau dia memiliki kepandaian. Tapi iman adalah taufik dari Allah. Iman adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makanya kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan keimanan tersebut. Padahal siapa kita di antara manusia? Di sana ada orang-orang yang lebih kuat daripada kita, orang yang lebih kaya daripada kita, yang lebih dikenal daripada kita, tapi mereka tidak mendapatkan keutamaan yang besar ini. Alhamdulillah.
- Rasa takut para Salaf. Bagaimana dahulu para salaf dalam keadaan mereka takut, padahal mereka adalah orang yang ahli ibadah, orang yang banyak beramal. Di sini seorang sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abdullah ibn Umar—dan siapa yang tidak kenal beliau—meskipun demikian, beliau takut apabila meninggal dalam keadaan suul khatimah, sehingga beliau pun membaca doa yang mulia ini.
- Keutamaan Doa Nabi. Diutamakannya seseorang untuk memperbanyak doa يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك. Tentunya ini doa yang kalau dibandingkan dengan doa tadi lebih baik, karena doa ini dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun doa yang diucapkan oleh Abdullah Ibnu Umar sesuatu yang mubah. Tetapi kalau dibandingkan, tentunya apa yang datang dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam itu lebih afdhal. Dan ucapan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam يا مقلب القلوب di sini ada tawasul dengan menyebutkan sifat di antara sifat-sifat Allah Azza wa Jalla. Dan ini di antara sebab dikabulkannya doa seseorang.
- Fluktuasi Iman. Bahwa iman bisa bertambah dan juga berkurang. Bahkan berdasarkan ucapan Abdullah ibn Umar, iman bisa saja hilang dari hati seseorang. Bukan hanya berkurang, tapi bisa hilang. Makanya beliau mengatakan: لا تنزع مني الإيمان (Ya Allah, jangan Engkau ambil keimanan dari hatiku). Maka tentunya ini menunjukkan pentingnya seseorang senantiasa menjaga keimanannya.
- Bergantung kepada Allah. Senantiasa kita bergantung kepada Allah. Bagaimanapun sekali lagi keadaan seseorang di atas kebaikan, jangan kita bertawakal kepada diri kita sendiri. الاعتماد على الله (Bergantung kepada Allah). Senantiasa kita bergantung kepada Allah dalam seluruh perkara. Baik dalam perkara dunia mencari rezeki misalnya, atau dalam kesehatan kita, maupun di dalam perkara-perkara agama dalam menuntut ilmu, bergantung kepada Allah. Dalam ketika seseorang melakukan kewajiban atau melakukan sesuatu yang mustahab maka dia bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Biografi Rawi Atsar Ibnu Umar
Kemudian berkaitan dengan rawi, beliau mengatakan di sini:
حدثنا ابن نمير (Haddasana Ibnu Numair).
Dan dia adalah Muhammad ibnu Abdullah ibn Numair, seorang yang hafiz, berasal dari Kufah atau tinggal di Kufah. Dan seluruh imam-imam yang mereka mengarang Kutubus Sittah—Al Imam Al-Bukhari, Al Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan juga Ibnu Majah—mereka meriwayatkan dari Ibnu Numair ini. Dia adalah Syaikh Ashabil Kutubi Sittah.
Kemudian beliau mengatakan: عن سفيان (Dari Sufyan).
Sufyan di sini adalah Ats-Tsauri. Sufyan Ibnu Said Ats-Tsauri, seorang Amirul Mukminin fil Hadis. Meninggal dunia pada tahun 161 Hijriah.
Dari عبيد الله (Ubaidillah).
Ubaidillah di sini adalah Ibnu Umar (Ubaidullah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab) yang meninggal dunia pada tahun 147. Dia memiliki saudara yang juga menyibukkan dirinya dengan ilmu hadis yang bernama Abdullah. Di sini siapa? Ubaidullah. Saudaranya namanya Abdullah. Ubaidullah ini seorang yang tsiqah. Adapun Abdullah maka dia adalah orang yang dhaif. Sering disebutkan oleh guru kami Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad di dalam majelis-majelis beliau ketika menyebutkan tentang salah satu di antara dua orang ini:
عبيد الله المصغر ثقة، ولكن عبد الله المكبر ضعيف
(Ubaidullah yang mushaghar [namanya dalam bentuk pengecilan] adalah tsiqah, tapi Abdullah yang mukabbar [namanya dalam bentuk besar/biasa] adalah orang yang dhaif).
Ya, Ubaidullah Ibn Umar yang mushaghar di sini ada tashghir ini adalah tsiqah, tapi Abdullah yang mukabbar dia adalah orang yang dhaif. Kita masih ingat sering disebutkan oleh Syaikh Abdul Muhsin. Dan ini di antara faedah ya al-ikhwah, ketika guru mengulang-ulang sesuatu itu pasti di sana ada faedahnya, dan justru di situlah kita ingat dan itu menjadi sebab ilmu itu senantiasa ada di dalam diri kita.
Kemudian عن نافع (Dari Nafi’).
Nafi’ di sini adalah maula Ibnu Umar, seorang yang tsiqah. Beliau meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar. Maula maksudnya adalah seorang budak; dahulunya beliau adalah seorang budak. Tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan beliau dengan ilmu. Allah muliakan beliau dengan ilmu.
يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
(Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat — QS. Al-Mujadilah: 11).
Demikian pula kita, apabila kita menyibukkan diri dengan ilmu, bersungguh-sungguh, ikhlas dalam menuntut ilmu, maka insyaallah di masa yang akan datang Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memuliakan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat derajat kita.
Sesi Tanya Jawab
Dan sebelum kita menerima pertanyaan, pertama: tata cara bertanya ini bisa antum tulis di kertas kemudian diberikan kepada qari. Tulis di kertas kemudian diberikan kepada qari. Kalau antum berada di belakang bisa diberikan depannya, depannya sampai kepada qari. Nanti qari yang insyaallah akan membaca pertanyaan tersebut.
Kedua, sekedar pengumuman bagi yang hadir dalam kajian setelah magrib dan secara khusus mahasiswa. Bagi yang merasa membutuhkan zakat, maka menulis di kertas nama dan juga prodinya. Nama lengkap dan juga prodinya nanti diberikan kepada qari juga. Insyaallah nanti ada pengumuman lagi mungkin di dars-nya ustaz atau di ustaz-ustaz yang lain. Kalau nanti terkumpul selama empat kali berturut-turut ada di dalam kajian dan dia menulis namanya dan juga prodinya, maka insyaallah nanti termasuk yang akan diberikan zakat tersebut. Tapi kalau hanya sekali kemudian dia gaib dan sering gaib, maka ini mungkin menjadi sebab dia tidak mendapatkan. Dan ini kita lakukan meniru juga apa yang dilakukan oleh guru kami Syaikh Abdul Muhsin dahulu di Madinah di Masjid Nabawi. Beliau juga melakukan yang demikian. Kita dulu menulis pertanyaan dengan kertas disampaikan kepada qari-nya dan qari yang membaca. Kemudian juga sering beliau menyebutkan seperti yang tadi ustaz sebutkan, dan insyaallah kita berusaha meniru apa yang beliau lakukan selama itu adalah suatu yang boleh dan tidak bertentangan dengan agama ini.
Tayib. Silakan mungkin ada pertanyaan. Asalnya ditulis ya, asalnya ditulis, tapi untuk pertanyaan pertama tidak masalah dengan lisan. Mikrofon, mikrofon. DKM mana? DKM mikrofonnya diserahkan. Pertanyaan diserahkan ke qari-nya ya. Fadhal.
Pertanyaan:
Bismillah. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan nama ana Muhammad Marta dari akademi guru. Ana bertanya, Ustaz, terkait iman. Iman kan terkadang naik ataupun turun, ya Ustaz. Apa? Terkadang kan iman itu naik ataupun turun, naik dan turun. Nah, yang jadi pertanyaannya adalah: Bagaimana caranya agar kita mendapatkan manisnya iman? Itu yang pertama. Dan yang kedua adalah apakah ada tanda-tanda atau ciri-ciri ketika kita mendapatkan manisnya iman, Ustaz? Syukran, Ustaz.
Jawaban:
Tayib. Barakallahu fikum. Pertanyaannya: Bagaimana cara kita mendapatkan manisnya iman?
Kalau kita kembali kepada hadis Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, atau di antara hadis Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka kita akan mengetahui bahwasanya di antara cara untuk mendapatkan manisnya iman adalah seseorang mencintai Allah dan juga Rasul-Nya lebih dari cintanya kepada yang lain. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan:
ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان
(Tiga perkara, barang siapa yang tiga perkara ini ada di dalam diri seseorang, maka dia akan mendapatkan dengan sebab itu manisnya iman).
Beliau tidak menyebutkan lima atau tujuh atau sepuluh. Tiga saja. Artinya terkumpul, tidak tercecer sedikit pun dari tiga perkara ini. Berarti kita harus berusaha mengumpulkan tiga perkara ini dalam diri kita. وجد بهن حلاوة الإيمان (Maka dia akan mendapatkan dengan sebab itu manisnya iman).
Para ikhwah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, beriman berbeda dengan merasakan manisnya iman. Merasakan manisnya iman derajatnya lebih tinggi daripada hanya sekedar seseorang beriman. Ketika seseorang merasakan lezatnya iman, merasakan manisnya iman, maka dia akan merasa saat itu merasakan sesuatu yang lebih lezat daripada kelezatan-kelezatan dunia yang selama ini dia rasakan. Seandainya dia pernah merasakan makanan yang paling enak sekalipun atau minuman yang paling lezat sekalipun atau permainan yang paling enak sekalipun; ketika seseorang yang beriman merasakan halawatal iman, merasakan manisnya iman, lezatnya iman di dalam dirinya, maka dia akan berat untuk berpisah dengan keimanan tadi.
Karena dia merasakan ini bukan sesuatu yang mudah untuk bisa sampai derajat seseorang merasakan iman atau merasakan manisnya iman. Kalau antum makan gorengan atau minum es teh dan seterusnya, kapan saja tinggal antum ke depan antum bisa. Tapi seseorang halawatal iman belum tentu seseorang bisa merasakannya dengan mudah. Sehingga orang yang beriman yang dia bisa atau sampai kepada derajat dia merasakan keimanan atau lezatnya iman di dalam hatinya, dan maksudnya adalah dia merasakan ketenangan. Dia merasakan ketenangan yang luar biasa di dalam hatinya. Merasa dekat dengan Allah, merasa benci dengan kemaksiatan, merasa ingin seakan-akan terus beribadah kepada Allah, tidak kenyang-kenyang di dalam membaca Al-Qur’an. Kalau sujud seakan-akan dia tidak mau lagi untuk mengangkat kepalanya. Dia merasakan di situ manisnya dan lezatnya keimanan tadi.
Dan ini adalah kenikmatan yang sebenarnya dicari-cari oleh:
ملوك الدنيا وأبناء ملوك الدنيا
(Para raja dunia dan anak-anak raja dunia).
Para raja, para penguasa dunia yang mereka memiliki harta di mana-mana, memiliki kekayaan. Apa saja yang mereka inginkan mereka dapatkan, sebenarnya ini yang ingin mereka rasakan. Cuma mereka salah jalan. Seakan-akan kenikmatan adalah pada kekuasaan yang mereka miliki dan mereka tidak akan mendapatkannya. Seakan-akan kenikmatan ada di dalam kelezatan makanan yang mereka rasakan dan mereka tidak akan merasakan yang demikian. Sehingga sebagian salaf mengatakan: “Seandainya para raja di dunia dan anak-anak raja di dunia mereka mengetahui apa yang kami rasakan—maksudnya adalah halawatal iman, manisnya iman dan juga kelezatan iman—لجالدونا بالسيوف (niscaya mereka akan memerangi kami dengan pedang-pedang mereka).” Kalau mereka bisa mengambil kenikmatan tersebut dari hati kita, niscaya mereka akan ingin mengambilnya dan merasakan kenikmatan tersebut.
Apa tiga perkara tadi?
- أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما(Yang pertama, supaya kita merasakan lezatnya iman adalah: Bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya).Kita berusaha supaya Allah dan juga Rasul-Nya lebih kita cintai daripada selain keduanya. Kita cinta kepada orang tua, kita cinta kepada anak-anak kita, kita cinta kepada harta, kita cinta kepada istri. Tapi usahakan Allah dan juga Rasul-Nya lebih kita cintai daripada semuanya itu. Kalau sudah saatnya salat lima waktu, ya kita salat. Jangan kita lalai dengan pekerjaan kita. Kalau memang Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan demikian, maka itulah yang kita ikuti. Meskipun manusia mereka memiliki cara yang berbeda. Kita dahulukan Allah, kita dahulukan syariat Allah daripada budaya manusia dan adat istiadat manusia.
- وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله(Dan dia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah).Kebanyakan manusia mencintai orang lain karena dunia. Cinta kepada si fulan karena dia pernah memberi, pernah berbuat baik. Dekat dengan si fulan karena dia orang yang kaya, suka mentraktir. Tetapi jarang di antara mereka yang mencintai orang lain karena Allah. Apa maksudnya karena Allah? Mencintai seseorang karena dia taat kepada Allah. Mencintai seseorang karena dia beriman. Mencintai seseorang karena dia mengikuti sunnah. Mencintai seseorang karena dia adalah orang yang taat. Melakukan perkara-perkara yang mustahab, menjaga salat rawatib misalnya, maka bertambah kecintaannya. Rajin dalam menuntut ilmu bertambah kecintaannya. Bukan karena dunia. Maka ini sifat yang kedua. Dia berusaha mencintai orang lain karena Allah.
- وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار(Dan dia benci untuk kembali kepada kekufuran—setelah Allah menyelamatkannya darinya—sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api).Dan ini bagi orang yang dahulunya dia adalah orang yang kafir kemudian setelah itu dia menjadi seorang muslim.
Nah, ini di antara cara, amalan yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bisa menjadi sebab seseorang bisa merasakan halawatal iman dengan syarat ketiga-tiganya berada di dalam diri seseorang. Kalau antum ingin merasakan halawatal iman tersebut, kita berusaha untuk men-tatbiq-kannya (mempraktikkannya) di dalam diri kita.
Baik. Barakallahu fikum. Sekali lagi ustaz tadi sampaikan yang merasa membutuhkan zakat maka silakan menulis nama dan juga prodinya kemudian disampaikan kepada qari akh Ibrahim. Barakallahu fikum. Dan jangan lupa juga tanggalnya ya, tanggal. Tapi kalau yang terlanjur tidak nulis tanggal tidak masalah.
Barakallahu fikum.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.



