Syarh Hadits Jibril fi Ta’limiddiin: Tawadhunya Nabi Muhammad ﷺ

Pembahasan Hadis Jibril
Bismillah, alhamdulillah, wassholatu wassalamu ‘ala Rasulillah. Pemirsa kaum muslimin dan muslimat di manapun Anda berada, puja dan puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla atas segala nikmat, karunia, hidayah, inayah, dan taufik-Nya kepada kita semua.
Salah satu hadis yang sangat penting, yang bahkan disebutkan oleh para ulama sebagai أم السنة (Ummus Sunnah / Induknya Sunnah), adalah Hadis Jibril ‘alaihissalam. Sebagaimana Surah Al-Fatihah adalah أم القرآن (Ummul Qur’an), hadis ini menjadi induk karena mencakup secara global perkara-perkara yang dirinci dalam hadis-hadis lain.
Kajian kita merujuk pada buku syarah hadis ini karya Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafidzahullah.
Pada potongan pertama hadis ini, dua orang tabi’in bertanya kepada sahabat Abdullah bin ‘Umar tentang kaum yang mengingkari takdir. Ibnu ‘Umar pun menegaskan bahwa ia berlepas diri dari mereka sampai mereka beriman kepada takdir. Kemudian, beliau meriwayatkan hadis dari ayahnya, ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu:
Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh, dan tidak ada seorang pun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki tersebut mendekati Rasulullah ﷺ, menyandarkan kedua lututnya ke lutut beliau, dan meletakkan kedua tangannya di atas paha beliau.
Orang tersebut kemudian bertanya kepada Nabi ﷺ tentang Islam, Iman, Ihsan, hari kiamat, dan tanda-tandanya. Setelah ia pergi, Nabi ﷺ bersabda: فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ “Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kalian.”
Beberapa Faedah dari Bagian Awal Hadis
- Tawadhu’ (Kerendahan Hati) Nabi ﷺ: Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ senantiasa bersama para sahabatnya dan mudah ditemui. Di rumah, beliau membantu pekerjaan keluarga. Beliau bersabda: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ, وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي (Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku). Saking tawadhu’-nya, beliau tidak berpenampilan atau duduk di tempat yang berbeda, sehingga orang asing yang datang terkadang harus bertanya, “Siapa di antara kalian Rasulullah?”.
- Dianjurkannya Pakaian Putih dan Berpakaian Rapi: Pakaian Jibril yang sangat putih dan penampilannya yang rapi mengajarkan pentingnya berpenampilan sopan dan indah ketika menghadiri majelis ilmu, baik bagi yang belajar maupun yang mengajar, sebagai bentuk memuliakan ilmu.
- Kemampuan Malaikat untuk Menjelma Menjadi Manusia: Malaikat Jibril, yang wujud aslinya memiliki 600 sayap, datang dalam wujud manusia sempurna. Ini menunjukkan bahwa malaikat, dengan izin Allah, mampu mengubah wujudnya. Hal ini juga terjadi ketika para malaikat mendatangi Maryam dan Nabi Luth ‘alaihimussalam.
- Kemampuan Jin untuk Menjelma: Selain malaikat, jin juga bisa menjelma menjadi manusia, sebagaimana dalam kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang ditugaskan menjaga harta zakat dan menangkap pencuri yang ternyata adalah setan. Jin juga bisa berubah bentuk menjadi hewan seperti ular.
- Adab dalam Majelis Ilmu: Orang yang bertanya tidak harus menanyakan sesuatu yang tidak ia ketahui. Boleh jadi ia bertanya sesuatu yang sudah ia tahu jawabannya dengan tujuan agar hadirin yang lain juga mengetahuinya. Inilah yang dilakukan oleh Malaikat Jibril. Nabi ﷺ menyandarkan pengajaran kepada Jibril, meskipun beliau yang menjawab, menunjukkan bahwa Jibril menjadi sebab tersampaikannya ilmu tersebut.
Pertanyaan Pertama: Definisi Islam
Malaikat Jibril bertanya: يَا مُحَمَّدُ, أَخْبِرْنِي عَنِ الْإِسْلَامِ “Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam.”
Nabi ﷺ menjawab: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukan perjalanan ke sana.”
Malaikat Jibril pun berkata, صَدَقْتَ (Shadaqta / Engkau benar). Para sahabat heran karena ia yang bertanya, ia pula yang membenarkan.
Dari jawaban ini, kita dapat mengambil beberapa faedah:
- Perbedaan Lafaz Islam dan Iman:
- Jika disebut bersamaan dalam satu konteks (seperti dalam hadis ini), maka Islam ditafsirkan sebagai amalan-amalan lahiriah (yang tampak), sementara Iman ditafsirkan sebagai amalan-amalan batiniah (keyakinan).
- Jika disebut sendiri-sendiri, maka Islam mencakup Iman, dan Iman mencakup Islam. Keduanya merujuk pada keseluruhan ajaran agama.
- Ini serupa dengan lafaz lain seperti Fakir & Miskin dan Al-Birr & At-Taqwa. Jika disebut bersama, maknanya berbeda. Jika disebut sendiri, maknanya mencakup yang lain.
- Rukun Islam yang Pertama: Dua Kalimat Syahadat: Rukun yang paling penting adalah أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Keduanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan wajib diikrarkan oleh seluruh jin dan manusia sejak diutusnya Nabi ﷺ hingga hari kiamat.
- Makna Syahadat Laa ilaaha illallaah: Ini adalah kalimat ikhlas yang mengandung dua rukun:
- النَّفْيُ (An-Nafyu / Peniadaan): Bagian لَا إِلَهَ menafikan hak untuk disembah dari segala sesuatu selain Allah.
- الْإِثْبَاتُ (Al-Itsbat / Penetapan): Bagian إِلَّا اللهُ menetapkan bahwa hak untuk disembah hanya milik Allah semata. Artinya, semua sesembahan selain Allah adalah batil, dan ibadah hanya boleh dipersembahkan kepada Allah.
- Makna Syahadat Muhammadan Rasulullah: Konsekuensinya adalah:
- Membenarkan semua berita yang beliau sampaikan.
- Menaati semua perintahnya.
- Menjauhi semua larangannya.
- Tidak beribadah kepada Allah kecuali sesuai dengan syariat yang beliau ajarkan.
- Mencintainya melebihi cinta kepada semua manusia lain.
- Makna Syahadat Laa ilaaha illallaah: Ini adalah kalimat ikhlas yang mengandung dua rukun:
- Syarat Diterimanya Ibadah: Ikhlas dan Ittiba’: Dua kalimat syahadat ini mengisyaratkan dua syarat diterimanya ibadah:
- Ikhlas: Konsekuensi dari Laa ilaaha illallaah. Ibadah harus murni ditujukan hanya untuk Allah, tanpa kesyirikan.
- Ittiba’: Konsekuensi dari Muhammadan Rasulullah. Ibadah harus sesuai dengan petunjuk dan contoh dari Nabi ﷺ, tanpa bid’ah (perkara baru dalam agama).
Insyaallah pada pertemuan yang akan datang kita akan melanjutkan syarah hadis ini terkait rukun-rukun Islam berikutnya.