Dr. Abdullah Roy, M.AKajian KitabKitab Lum'atul I'tiqad

Kajian Kitab Lum’atul I’tiqad #17

Kajian Kitab Lum’atul I’tiqad #16

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Alhamdulillah, segala puji hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, yang telah memberikan kenikmatan yang banyak kepada kita semuanya. Tentunya, nikmat hidayah kepada Islam adalah nikmat yang paling besar yang seharusnya kita syukuri. Kita berdoa semoga Allah, sebagaimana telah menghidupkan kita di atas sunnah, juga mematikan kita di atas sunnah.

Insyaallah, kita akan melanjutkan kajian tentang kitab Lum’atul I’tiqad al-Hadi ila Sabilir Rasyad yang ditulis oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisi. Setelah membahas tentang takdir, pada pembahasan selanjutnya beliau akan memaparkan bagaimana akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di dalam masalah iman.


Hakikat Iman Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Permasalahan iman termasuk permasalahan pokok akidah, di mana banyak aliran sesat yang terjerumus dalam penyimpangan. Penulis mengatakan: وَالْإِيمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ، وَعَقْدٌ بِالْجَنَانِ “Iman adalah ucapan dengan lisan, amalan dengan anggota badan, dan keyakinan di dalam hati.”

Ini adalah akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang benar, yang berada di tengah-tengah antara berbagai aliran menyimpang:

  • Jahmiyyah: Mengatakan iman cukup di dalam hati (sekadar ma’rifah/mengenal Allah).
  • Al-Karramiyah: Mengatakan iman cukup dengan ucapan lisan.
  • Murji’atul Fuqaha: Mengatakan iman adalah keyakinan hati dan ucapan lisan, tanpa amalan.

Ahlus Sunnah menyimpulkan bahwa iman mencakup tiga unsur ini setelah mengumpulkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah secara keseluruhan, tidak seperti ahlul bid’ah yang meyakini sesuatu terlebih dahulu baru mencari dalil yang cocok.

Dalil-dalil menunjukkan bahwa iman bisa berupa:

  1. Ucapan Lisan: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan ucapan yang baik atau dia diam.”
  2. Keyakinan Hati: “…kebaikan adalah beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi.”
  3. Amalan Anggota Badan: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya.”

Sebuah hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim mengumpulkan ketiga unsur ini: الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ “Iman itu ada 70 cabang lebih. Yang paling utama adalah ucapan ‘La ilaha illallah’. Yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.”

  • Ucapan “La ilaha illallah” adalah amalan lisan.
  • Menyingkirkan gangguan adalah amalan anggota badan.
  • Rasa malu adalah amalan hati.

Iman Bisa Bertambah dan Berkurang

Selanjutnya beliau mengatakan: يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْعِصْيَانِ (Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan).

Ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah, yang berbeda dengan:

  • Khawarij: Mengatakan iman itu satu kesatuan. Pelaku dosa besar telah menghancurkan seluruh imannya dan keluar dari Islam.
  • Murji’ah: Mengatakan iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Iman pelaku maksiat sama sempurnanya dengan iman para malaikat dan sahabat.

Dalil bahwa iman bisa bertambah dan berkurang sangat banyak, di antaranya:

  • فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا (“Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah iman mereka.”) (QS. At-Taubah: 124)
  • فَزَادَهُمْ إِيمَانًا (“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka.”) (QS. Ali ‘Imran: 173)
  • لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ (“Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka [yang telah ada].”) (QS. Al-Fath: 4)

Dalam hadis juga disebutkan akan keluar dari neraka orang yang di dalam hatinya masih ada iman meskipun hanya sebesar ذَرَّةٍ (dzarrah / semut kecil). Ini menunjukkan bahwa iman bisa berkurang hingga sekecil itu.


Wajib Beriman kepada Semua Berita dari Nabi ﷺ

وَوَاجِبٌ الْإِيمَانُ بِكُلِّ مَا أَخْبَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَصَحَّ بِهِ النَّقْلُ عَنْهُ “Dan wajib beriman dengan seluruh apa yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ, yang shahih penukilannya dari beliau.”

Nabi ﷺ mengabarkan perkara-perkara ghaib, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, berdasarkan wahyu dari Allah. Membenarkan beliau berarti membenarkan Allah. Syaratnya, kabar tersebut harus datang melalui riwayat yang shahih.

Kita wajib mengimaninya سَوَاءٌ فِي ذَلِكَ مَا عَقَلْنَاهُ وَجَهِلْنَاهُ (sama saja apakah hal itu masuk akal kita atau tidak). Contohnya, kelak batu dan pohon akan berbicara membantu kaum muslimin memerangi Yahudi, atau jembatan Shirath yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Sikap seorang mukmin adalah membenarkan setiap kabar yang shahih dari Nabi ﷺ.


Tanya Jawab

1. Apa maksud “rasa malu adalah cabang keimanan”? Yang dimaksud adalah rasa malu yang mendorong seseorang untuk beramal saleh dan meninggalkan kemaksiatan. Malu kepada Allah yang telah memberikan segala nikmat, sehingga ia enggan berbuat dosa. Adapun rasa malu yang menghalangi dari kebaikan, seperti malu shalat berjamaah atau malu menuntut ilmu, maka itu adalah rasa malu yang tercela.

2. Bagaimana memahami kaidah iman bertambah-kurang dengan kondisi kita yang kadang berbuat dosa lalu menyesal dan beramal saleh? Ketika seseorang berbuat maksiat, imannya berkurang. Namun, bukan berarti ia tidak punya keinginan sama sekali untuk beramal saleh. Pondasi iman yang masih ada di dalam hatinya akan mendorongnya untuk kembali beramal, seperti bertaubat, beristighfar, dan mengerjakan shalat. Dengan amalan-amalan saleh tersebut, imannya akan bertambah kembali. Demikianlah iman seorang mukmin akan terus berfluktuasi.

3. Bagaimana cara agar bisa menangis saat berdoa? Menangis saat berdoa bukanlah syarat terkabulnya doa, namun itu adalah tanda kelembutan hati. Beberapa cara untuk melembutkan hati dan memudahkannya menangis karena Allah:

  • Membersihkan hati dengan memperbanyak istighfar dan bertaubat.
  • Meminta kepada Allah agar dianugerahi hati yang mudah menangis karena-Nya.
  • Memahami makna doa yang kita panjatkan, terutama saat memuji Allah.
  • Mempelajari sirah Nabi ﷺ dan para sahabat, yang akan menambah keimanan dan menggetarkan hati.
  • Mempelajari kitab-kitab tentang zuhud dan raqaiq (pelembut hati) yang ditulis oleh para ulama Ahlus Sunnah.

Related Articles

Back to top button