As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah #2

Kajian Kitab: As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah #2

1. Khutbatul Hajah (Pembukaan)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah ﷺ yang telah memberikan nikmat dan juga karunianya. Tentunya nikmat yang paling besar adalah nikmat Hidayah kepada Islam juga sunah Rasulullah ﷺ. Nikmat yang tidak sembarang Allah ﷺ berikan, hanya diberikan oleh Allah ﷺ kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah ﷺ. Berbeda dengan kenikmatan dunia, jabatan, dan lain-lain, maka ini diberikan oleh Allah ﷺ pada siapa saja, baik orang yang dicintai oleh Allah ﷺ maupun selain orang yang dicintai oleh Allah.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.”

Selawat dan salam semoga senantiasa Allah ﷺ limpahkan kepada nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai akhir zaman.


2. Pembahasan Kitab: Kondisi Mekkah Pra-Islam

Ikhwah dan juga para akhwat rahimani wa rahimakumullah, kita akan memasuki, ini adalah pertemuan yang pertama, pembahasan kitab As-Sirah an-Nabawiyah as-Shahihah yang ditulis oleh Dr. Akram Dhiya al-Umari.

Beliau dalam kitab ini memulai pembahasan Sirah Nabawiyah dengan menyebutkan keadaan kota Mekkah sebelum diutusnya Nabi ﷺ pada halaman yang ke-77, Al-Faslul Awwal (Pasal yang Pertama): Rasulullah ﷺ di Mekkah Sebelum Diutusnya Beliau. Maksud pembahasan ini adalah supaya kita masing-masing memiliki bayangan bagaimana keadaan daerah, lingkungan, dan masyarakat ketika Nabi ﷺ diutus. Karena dengan kita memahami keadaan tersebut, insyaallah kita lebih mudah untuk memahami bagaimana dakwah beliau.

A. Topografi dan Struktur Sosial Kota Mekkah

Beliau mengatakan, “Kota Mekkah itu berada di perut lembah,” yang dikelilingi oleh gunung-gunung dari seluruh arahnya.

  • Ke arah timur, memanjang Gunung Abu Qubais.
  • Ke arah barat, dibatasi oleh Gunung Qu’aiqi’an.

Dua gunung ini memanjang dengan bentuk hilal (bulan sabit), mengelilingi bangunan-bangunan di Mekkah. Di daerah yang rendah dari lembah tersebut, yang dikenal dengan nama Al-Bathha’, di situlah letak rumah Allah (Ka’bah). Mengelilingi rumah Allah tersebut, terdapat rumah-rumah orang-orang Quraisy.

Adapun tempat atau daerah yang agak tinggi dari lembah tersebut, dikenal dengan Al-Mu’allah. Di ujung-ujung hilal (perbukitan) tadi, ada rumah-rumah sederhana milik orang-orang Quraisy yang lain. Mereka adalah orang-orang Arab yang fakir dan pandai berperang, namun dari sisi kemodernan, kekayaan, dan kedudukan, mereka berada di bawah orang-orang Quraisy yang tinggal di lembah (sekitar Ka’bah).

B. Aliansi Politik dan Strategi Perdagangan Quraisy

  • Hubungan dengan Kabilah Kinanah: Dahulu ada hubungan nasab antara orang-orang Quraisy dengan kabilah Kinanah, karena orang-orang Quraisy menisbahkan diri mereka kepada Kinanah. (Sebagaimana dalam hadis: Allah memilih Kinanah dari Bani Ismail, memilih Quraisy dari Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih Nabi Muhammad ﷺ dari Bani Hasyim). Ini memberikan Mekkah kedalaman strategi.
  • Perjanjian dengan Al-Ahabisy: Orang-orang Ahabisy yang hidup di dekat Mekkah adalah sekutu-sekutu bagi Quraisy. Mereka sering dimanfaatkan untuk menjaga rombongan-rombongan dagang orang-orang Mekkah.
  • Politik Al-Ilaf oleh Hasyim ibn Abd Manaf: Orang Quraisy juga membuat kerja sama dengan kabilah-kabilah yang berada di jalur utama perdagangan ke Syam dan Yaman. Ini dinamakan dengan Al-Ilaf, yang diprakarsai oleh Hasyim ibn Abd Manaf (kakek Nabi ﷺ). Dengan adanya perjanjian ini, perjalanan dagang Quraisy ke utara (Syam di musim panas) dan ke selatan (Yaman di musim dingin) menjadi aman.
  • Hubungan dengan Romawi dan Persia: Hasyim juga berhasil mendapatkan hak untuk berdagang di dua negara besar saat itu, yaitu Romawi dan Persia. Beliau mengambil sikap netral, tidak berpihak pada Blok Timur (Persia) maupun Blok Barat (Romawi), sehingga bisa mengambil faedah dari keduanya.

Allah mengingatkan nikmat ini dalam Surah Quraisy:

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

Artinya: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”

C. Struktur Ekonomi Mekkah

Ekonomi Mekkah berdiri di atas perdagangan. Adapun industri, saat itu sangat sedikit, yang paling nampak adalah industri senjata (tombak, pedang, baju besi), pisau, dan keramik. Ada juga pertukangan untuk membuat mebel (tempat tidur dan sofa), serta beternak dan berburu.

Namun, perdagangan tetaplah pondasi utamanya. Politik al-ilaf dan perjanjian-perjanjian menjadi sebab berkembangnya kota Mekkah dan banyaknya harta mereka, karena terjadi perpindahan dari perdagangan lokal menjadi perdagangan internasional.

D. Kesenjangan Sosial dan Kekayaan

Meskipun terikat persaudaraan dan bisnis, tetap terjadi tingkatan sosial:

  1. Kalangan Atas: Saudagar-saudagar kaya raya yang modalnya besar dan terus berkembang melalui riba.
  2. Kalangan Menengah.
  3. Kalangan Bawah: Pedagang-pedagang biasa.

Orang-orang kaya di Mekkah ada di antara mereka yang makan dari piring yang terbuat dari emas dan perak, sementara kebanyakan penduduk Mekkah adalah orang-orang fakir. Hal ini penting untuk dipahami, karena nantinya kebanyakan pengikut dakwah Nabi ﷺ adalah dari kalangan fakir, dan para pembesar menolak dakwah beliau karena khawatir kehilangan dunia dan jabatan mereka.

E. Jaringan Perdagangan Internasional

  • Jalur Laut: Quraisy terkadang menempuh jalur laut, namun belum memiliki armada sendiri. Mereka menggunakan kapal-kapal Ethiopia untuk berdagang ke sana, atau kapal Romawi yang berlabuh di Pelabuhan Syu’aibah (sebelum digantikan Jeddah di zaman Utsman radhiyallahu ‘anhu).
  • Barang Dagangan yang Diimpor:
    • Dari Ethiopia: Bukhur (dupa), minyak wangi, bulu burung unta, gading, kulit, rempah-rempah, dan budak-budak berkulit hitam.
    • Dari Syam: Gandum, tepung, minyak (termasuk zaitun), dan minuman keras.
    • Dari India: Emas, timah, batu mulia, gading, kayu cendana, rempah-rempah (lada), kain tenun (sutra, katun, linen), pewarna alami, za’faran, serta bejana dari perak, tembaga, dan besi.

3. Kesimpulan dan Sesi Tanya Jawab

Kesimpulan:

Keadaan Quraisy saat itu sangat strategis. Mereka pandai bekerja sama, membangun aliansi, bahkan berhasil masuk ke dua negara adidaya (Romawi dan Persia). Dari situlah mereka bisa membawa berbagai barang dagangan ke Mekkah untuk dijual, terutama saat musim haji.

Tanya Jawab:

Pertanyaan 1: Arab Asli dan Arab yang Di-arab-kan

“Arab yang asli dan Arab yang di-arab-kan itu mohon penjelasannya.”

Jawaban:

Insyaallah nanti akan ada pembahasan khusus. Orang Arab yang asli adalah orang-orang yang datang pertama kali menempati lembah tersebut, dan ada orang-orang yang datang setelahnya, sehingga terbagilah menjadi Arab yang asli dan Arab yang di-arab-kan.

Pertanyaan 2: Perdagangan ke Timur (Cina/Indonesia)

“Perdagangan tadi kan sampai ke Persia sama Romawi, kalau yang ke timur misalnya ke Cina atau ke Indonesia itu apa sudah sampai ada berita itu pas di zaman jahiliyah?”

Jawaban:

Wallahu a’lam, tidak ada keterangan di kitab ini apakah perdagangan sampai ke sana. Tapi kalau dakwah setelah diutusnya Nabi ﷺ, maka ada bukti yang menunjukkan bahwa dakwah Islam saat itu sudah sampai ke Indonesia.

Pertanyaan 3: Makna “Tergadai” dalam Aqiqah

“Ana mau tanyakan tentang makna tergadai dalam akikah. Apakah sampai anak yang tidak diakikahkan di akhirat itu tidak bisa memberi syafaat?”

Jawaban:

Ada yang mengatakan demikian maknanya, tapi hal tersebut tidak sampai menjadikan hukum akikah wajib. Pendapat jumhur (mayoritas) ulama mengatakan akikah adalah sunnah muakkadah. Di antara maknanya adalah terhalangi memberikan syafaat, tapi yang demikian tidak menjadikan hukumnya wajib. Boleh mengakikahi anak meskipun sudah remaja, tapi itu meninggalkan yang afdhal (hari ketujuh).

Pertanyaan 4: Menggabungkan Shalat Sunnah Qabliyah Subuh dan Tahiyatul Masjid

“Apakah bisa digabung sehingga seorang masuk masjid hanya melakukan dua rakaat saja dengan niat tahiyatul masjid dan juga qabliyah?”

Jawaban:

Boleh yang demikian. Karena makna tahiyatul masjid adalah menghormati masjid dengan melakukan shalat apa saja. Nabi ﷺ bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ

Artinya: “Apabila salah seorang di antara kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia shalat dua rakaat.”

Ketika Anda shalat sunnah qabliyah, Anda otomatis sudah melakukan shalat dua rakaat dan sudah menghormati masjid. Ini juga berlaku untuk shalat sunnah lainnya.


4. Penutup

Baik, saya lihat enggak ada yang bawa buku ya. Kalau bisa bawa bukunya, Antum ada bayangan. (Info dari jamaah: harganya 180-an, terjemahan). Masyaallah, sirah annabawiyah shahihah ini kelebihannya, mualif berusaha mendatangkan riwayat-riwayat yang shahih. Dulu buku ini yang dijadikan kurikulum di zaman kita di Universitas Islam Madinah.

Cukup ya. Saya harap kalau memang mampu, beli kitabnya. Di pertemuan yang akan datang kita bisa belajar dengan menggunakan kitab.

جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا atas perhatian Antum semuanya.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

#Prolog

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ’anhu. Dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu secara langsung dengan melenyapkan ilmu itu dari manusia. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mencabut nyawa para ulama. Sehingga apabila Allah tidak menyisakan orang berilmu lagi, orang-orang pun mengangkat para pemimpin yang bodoh. Mereka pun ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.’” (HR. Bukhari)

Sumber: https://muslim.or.id/93486-malapetaka-akhir-zaman.html
Copyright © 2025 muslim.or.id